Lihat ke Halaman Asli

Review: Dorian Gray

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1294980518701405536

Okay, gue ngaku… Alasan utama gue nonton film ini pertama kali adalah karena gue suka banget sama Ben Barnes pemeran Prince Caspian di film Narnia… Tapi filmnya yang diadaptasi dari karangan Oscar Wilde yang berjudul The Picture of Dorian Gray ini menarik untuk disimak. Dorian Gray (Ben Barnes) yang awalnya masih lugu datang ke London setelah menerima warisan dari kakeknya. Ia berkenalan dengan seorang pelukis yang bernama Basil (Ben Chaplin) yang terpukau akan ketampanan Dorian. Dorian juga bertemu dengan bangsawan yang mengenal kakeknya bernama Henry Wotton (Colin Firth). Dan disinilah perubahan terhadap Dorian terjadi. Henry memperkenalkan Dorian pada kehidupan Hedonisme dan bagaimana menikmati hidup sebagai pria muda dan kaya raya tanpa ada penyesalan dan kasih sayang. Karena memuja ketampanan Dorian, Basil pun membuat lukisan yang mencerminkan kesempurnaan wajah Dorian. Disinilah Henry Wotton berkata bahwa lukisan itu akan tetap seperti itu sementara Dorian akan menua seperti manusia lainnya. Kecuali Dorian rela menjual jiwanya pada iblis agar tetap dalam keadaan seperti ini. Dorian pun mengatakan iya tanpa memikirkan akibatnya. Ia baru mulai sadar bahwa semua luka yang ada ditubuhnya berpindah pada lukisan tersebut. Perbuatannya yang menyakitkan orang lain tercermin pada lukisan itu. Sadar bahwa ia tidak bisa menua dan lukisan itu akan menampilkan wajah aslinya, Dorian menyembunyikan lukisan tersebut. Basil yang hendak memamerkan lukisan tersebut di pameran memaksa Dorian meminjamkan lukisan tersebut. Dorian pun memperlihatkan apa yang sebenarnya terjadi dank arena Basil tidak menyetujui apa yang dilakukannya, maka Basil pun disingkirkan. Dari seorang yang polos, akibat pergaulannya dengan Henry Wotton Dorian pun berubah menjadi pria yang kejam. Ia melakukan apa saja yang melanggar moralitas dan tahu tidak ada yang bisa menyakitinya karena ia akan hidup selamanya. Hingga akhirnya ia kena batunya dan menyukai puteri sahabatnya sendiri. Cinta yang membuatnya sadar akan kesalahannya tapi sayang semuanya sudah terlambat. Buku dan film ini mengingatkan kita bahwa NOTHING LAST FOREVER di dunia ini. Bahwa saat masih muda itu mestinya dipergunakan dengan belajar dan tidak menghabiskan waktu dengan melakukan hal – hal yang buruk. Dan hati – hati terhadap keinginan kita yang akhirnya akan membuat kita menghalalkan segala cara demi mendapatkannya. Ehm, mungkin antara lain dengan korupsi? Hihihih, jadi ngelantur. Komen gue? Filmnya oke tapi bukunya tetap lebih mencekam ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline