Lihat ke Halaman Asli

Antara Fiksi dan Non-fiksi

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu yang lalu gue pernah baca soal pembaca yang rada kecewa sama penulis suatu artikel di blog-nya. Karena si pembaca ini tau banget bahwa si penulis itu tidak seperti yang digambarkan di blog-nya. Jadi misalnya kalau orang yang gak kenal membaca di blog si penulis akan mendapat kesan bahwa si penulis ini adalah orang yang baik hati tapi kenyataannya gak... Gitu deh kurang lebih Habis membaca keluhan itu gue jadi nyengir sendiri.... Terus terang aja gue mau ngaku nih... (pagi2 udah bikin pengakuan)... Kalau gue menulis fiksi, gue cenderung menulis tokoh utamanya berdasarkan karakter gue sendiri. Orang yang udah kenal gue pasti langsung akan berkomentar, tokohnya elo banget.... Padahal sih katanya denger - denger justru gak boleh tuh memasukkan karakter sendiri kedalam tokoh fiksi khayalan kita. Tapi susah juga ya buat gue. Karena gue inget ucapan seorang penulis remaja (ucapannya doang yang gue inget tapi siapa nama penulisnya udah lupa tuuuh) bahwa dengan membuat fiksi berdasarkan kisah nyata diri sendiri....kita bisa semaunya merubah nasib si tokoh itu. Jadi misalnya gue suka sama seseorang. Di kejadian nyata ternyata gue hanya bertepuk sebelah tangan, tapi jika gue bikin fiksi....ya terserah gue doooooong. Mau gue bikin tokoh pria-nya yang suka tapi tokoh wanitanya yang gak mau.... Atau dua - duanya saling suka tapi tidak bisa bersatu.... Atau tokoh wanitanya harus berjuang dulu buat ngedapetin tokoh pria-nya baru bisa bersama menjadi pasangan. Asyik khan? Sama juga kalau menulis artikel yang juga gue bikin berdasarkan kejadian nyata, akhirnya malah banyak yang jadi gue rubah. Ya gini deh, kalau kita mau menulis artikel cara menghadapi guru yang galak... Aslinya sih mungkin kita BERHARAP di kehidupan nyata kita bisa menghadapi guru yang reseh itu.... Jadi, kita buatlah artikel yang mengajarkan mesti begini dan begitu... Orang lain yang membaca dan mempraktekkan tentunya seneng kalau berhasil. Dan mengira....wah, si penulis ini bener ya cara - caranya. Pasti dia juga begitu. PADAHAL BELUM TENTU. Tapi namanya juga bikin artikel yang tujuannya memberi informasi dan kalau bisa membantu pembacanya. Tentunya kita gak bakal mau baca dong kalau tulisannya GAGAL MENGHADAPI GURU YANG GALAK. Atau BAGAIMANA MENGHUKUM ANAK. Waduh, serem amat tuh judulnya.... Ohya, tapi kalau gue nulis tentang seseorang yang baik, gue tulis apa adanya kok.... Hehehehe... Kebaikan seseorang perlu dibagi....agar orang lain belajar sesuatu dari orang tersebut. Dan orang disekitarnya pun akan....wah, kamu masuk majalah ya.... Duh, kita bangga deh sama kamu....:) Jadi baik nulis artikel yang non fiksi ataupun fiksi, kenyataan yang diinginkan sama yang beneran terjadi bisa jadi kabur batasannya. Karena kita menulis dengan keinginan, inilah yang seharusnya terjadi. Yang seperti ini yang sebaiknya dilaksanakan. Dan yang bagus seperti inilah hasil yang kita inginkan. Or at least that's what I thought...;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline