Lihat ke Halaman Asli

Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta - Tamat Versi Ria

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Episode-episode sebelumnya dapat dilihat di sini: Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta #1 s/d #20

Panji, Susan dan George berdiri mematung di luar... Menanti apa yang akan terjadi... Sadar bahwa ada orang lain di antara mereka, Rindu minta maaf dan mengatakan bahwa ia perlu waktu berdua dengan Satria... Ketiga orang itupun mengangguk... Mereka mengikuti Ibunda Satria yang mendatangi mereka setelah mendengar kehebohan tersebut untuk menuju ruangan lain. Suasana sunyi saat itu... Sesekali hanya terdengar isakan Rindu dan desahan napas Satria...

Tiba - tiba Rindu berdiri tegak dan menghapus air matanya... Ia menatap pria yang ada di hadapannya yang telah membuat perasaannya kacau selama beberapa hari belakangan ini…

“Satria, kau tentu ingat akan sumpah perkawinan kita nanti?” Rindu menatap Satria sebelum ia memalingkan wajahnya dan berjalan menuju jendela… Menatap nanar ke suatu arah… “Haruskah kuulang sumpah perkawinan kita itu, Satria?”

Pria dihadapannya terdiam… Tentu saja ia ingat akan sumpah perkawinan yang bahkan jauh sebelum tanggal perkawinan ditetapkan telah menempel di kepala dan hatinya…

I take you to be my wedded wife / husband… To have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish ‘till death do us part. And hereto I pledge you my faithfulness

Rindu menatapnya kembali… Dadanya terasa sesak dengan luapan berbagai macam perasaan yang ada menimpanya … Marah, sedih, terharu, gusar hingga akhirnya kecewa…

“Kita akan bersumpah untuk saling setia, Satria… ,” suara Rindu tercekat ketika ia melanjutkan kata – katanya, “Mulanya aku begitu terharu… Kau begitu ingin melindungiku dari rasa sakit ini…hingga kau memutuskan untuk menghubungi Panji…”

“Jangan lanjutkan lagi, Rindu…,” potong Satria dengan suara perlahan… “Aku pikir akan lebih mudah bagiku jika kau membenciku karena membatalkan perkawinan begitu saja… Aku tidak menginginkan kau salah paham seperti ini… Aku hanya tidak ingin kau terluka nantinya jika tetap bersama denganku…”

Rindu bagai tak mendengar bantahan Satria dan melanjutkan dengan suara meninggi, “Yang membuatku kecewa, Satria… adalah begitu kecil kau menilai diriku...Apa kau mengira sumpah itu hanya untuk main – main? Kau mengira melindungiku dengan berbohong seperti ini… Dan lebih gila lagi, kau melibatkan Panji dalam masalah kita…”

“Jangan bohongi dirimu… Aku tahu kau masih mencintainya… , “ sambar Satria yang kini merasa gusar akan tuduhan Rindu. “Dan dia masih merasakan hal yang sama terhadapmu…”

Rindu menutup wajahnya sejenak dengan tangannya… Ia tidak membantah bahwa bayangan Panji terkadang masih berada dalam benaknya… Ia juga tahu dalam hatinya ia masih sering bertanya, mungkinkah ia dan Panji bersatu? Tapi ia sadar bahwa hanya pada Satria janji sehidup semati ia ucapkan… Jadi? Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Lalu sesuatu melintas dikepalanya… Ia menengadahkan kepalanya kembali… Ya, kelihatannya keputusan itulah yang paling tepat dirasakannya saat ini…

“Apapun alasanmu…aku rasa ini saat yang tepat untuk membicarakan hal ini pada orang tuaku…tepatnya orang tua kita… , “ Satria terpana mendengar ketenangan dalam suara Rindu. “Aku akan memanggil ibumu serta yang lainnya… Mereka juga harus hadir karena secara tidak langsung telah terlibat dalam masalah ini…”

Satria beranjak hendak mengikuti Rindu untuk memanggil yang lain ketika wanita yang telah dititipkannya pada Panji itu menoleh dingin kearahnya. Pandangan Rindu seperti bertanya apa yang akan dilakukan Satria dengan mengikutinya?

“Karena engkau yang membatalkan pernikahan ini, “ Rindu menjawab pertanyaan di wajah Satria. “Maka kuberi engkau kesempatan untuk menjelaskan kepada orangtuaku…dengan menghubungi mereka sekarang… Kita akan kerumahku…”

Rindu lalu mengacuhkan pandangan terperangah Satria. Yah, ia ingin hal semrawut ini diselesaikan saat ini juga. Dengan begitu tidak ada rahasia yang lama terpendam untuk dibongkar di kemudian hari dan memberikan penyesalan yang tidak berkesudahan kepada pihak – pihak yang terlibat. Apapun akibatnya.

***************

Ruangan tamu kediaman orang tua Rindu menjadi sesak penuh oleh tamu yang mendadak datang berbarengan… Satria dan mamanya, Susan beserta George (yang meminta ijin untuk menunggu saja di mobil karena merasa orang luar namun permintaannya ditolak mentah – mentah oleh Susan dan Rindu) beserta Panji.

Rindu berdehem memberikan tanda pada Satria agar dia segera memulai penjelasannya akan rencana pernikahan mereka… yang sudah pasti terancam batal… Sambil menarik napas panjang, Satria mulai menceritakan mengenai vonis dokter yang diberikan padanya… Bagaimana ia merasa terpukul akan kenyataan tersebut dan tidak ingin membebankan Rindu. Karenanya secara sepihak ia memutuskan untuk membatalkan pernikahan. Tanpa penjelasan apapun.

Orangtua Rindu terhenyak…khususnya sang Papa. Selama ini Rindu dan Mamanya memang menyembunyikan hal tersebut pada sang papa. Dengan sedih sang papa memandang ke arah Rindu yang terlihat berusaha mengontrol dirinya agar tidak menangis. Lalu perlahan ia menatap Satria yang masih melanjutkan ceritanya di tahap ia mengambil keputusan untuk menghubungi Panji. Panji? Pikir papanya Rindu. Bukankah dia mantan kekasih Rindu…di masa yang sudah lama berlalu? Ada apa ini? Ah, kasihan sekali kau nak… Kau sembunyikan semua dari diri papa…lalu kau tanggung semua kesedihan sendiri… Pantas saja menjelang hari pernikahanmu tidak terlihat kesibukan dari dirimu…

“Jadi pernikahannya bagaimana?” tanya mamanya Rindu. Rindu menggelengkan kepala dan mengeluh dalam hati. Ia melirik ke Susan yang meringis kearahnya. “Apakah ini artinya kita harus membatalkannya?”

Dengan menunduk mamanya Satria menjawab bahwa ia sebenarnya ingin pernikahan tetap dijalankan… Ia yakin, jika Satria tetap bersama dengan Rindu akan membantu proses pengobatan yang ia inginkan untuk dijalani Satria. Ia telah melihat cinta Rindu yang begitu besar pada putranya. Namun, dengan kejadian seperti ini ia tidak ingin memaksa. Terlebih lagi, putranya telah melibatkan Panji dalam masalah ini.

“Saya siap kok O’om, Tante…, “akhirnya Panji angkat bicara. “Sedari dulu saya selalu mencintai Rindu dan siap menerimanya kembali…”

Mamanya Rindu hendak angkat bicara ketika suaminya mengangkat tangannya, memintanya untuk jangan menjawab dulu. Ia memandangi semua tamunya di ruangan tersebut lalu membuka suara…

“Baiklah… Sekarang giliran saya yang berbicara atas nama kami sekeluarga… Satria, saya mengerti kegundahan hatimu… Dan saya berterima kasih kamu ingin melindungi putriku… Tapi tidak seperti ini caranya… Maafkan kalau saya bicara keras Bu, “ wajah letih sang papa menatap kearah mamanya Satria. “Tapi anak saya bukan barang mati yang bisa dilemparkan kesana kemari walaupun itu dilakukan demi dirinya…”

Rindu menunduk dan diam – diam menghapus air matanya. Susan dan George semakin salah tingkah menghadapi semua drama yang ada dihadapan mereka. Panji mengangkat kepalanya ketika didengarnya panggilan dari papanya Rindu.

“Nak Panji, saya berterimakasih padamu… Tidak mudah untuk mengatakan ya saya bersedia dalam waktu sesingkat ini…Tapi hidup tidak semudah itu… Ada keluarga yang harus diberitahu dan saya tidak yakin mereka akan setuju begitu saja… “

Panji terdiam, mendadak teringat bahwa semua terjadi begitu cepat ia belum sempat menghubungi keluarganya.

Sang papa lalu berucap lembut kepada putrinya.

“Rindu, semua keputusan papa serahkan padamu, nak… ,” ia memandangi istrinya yang bersiap untuk memprotes. “Apapun itu…”

Rindu tersenyum memandangi ayahnya… Orang yang paling disayanginya di dunia ini…Dan ia mengira Satria bahkan dulu Panji…dapat menjadi pengganti sang ayah… Orang yang melindungi dan menyayanginya… Namun, semua rencana – rencana indahnya berantakan. Ia menggigit bibir sebelum akhirnya memberikan keputusan yang membuat kaget semuanya…

****************

Setahun setelah kejadian di rumah Rindu…

“Rindu, kamu yakin nih ingin berpergian denganku?” tanya Susan ketika mereka sudah berada di ruangan tunggu di bandara… “Bukankah Satria sekarang sudah sembuh?”

Ya, dokter boleh memberikan vonis. Manusia boleh berencana. Namun semua Sang Pencipta lah yang berhak untuk menentukan. Setelah Satria berterus terang dihadapan orang tua Rindu mengenai penyakitnya, Rindu pun diminta oleh papanya untuk mengambil keputusan. Dan ia memutuskan untuk tidak mengakhiri masa lajangnya dengan Satria. Tidak juga dengan Panji.

Diingatnya lagi kata – katanya saat itu, ditengah jeritan perlahan mamanya yang lebih memikirkan apa yang akan dikatakan pada sanak keluarga.

“Saya tidak ingin mengawini seseorang yang tidak mempercayai bahwa saya tulus mencintainya… dan saya juga tidak ingin mengawini seseorang yang begitu mudahnya menerima saya kembali setelah sekian lama… “

Panji dan Satria berusaha memprotes kata – kata yang diucapkan Rindu. Namun saat itu ia tidak peduli.

“Papa saya benar. Saya bukan barang yang nasibnya ditentukan oleh orang lain… Satria, saya akan tetap menemanimu dalam masa pengobatan… Jika kau masih mengijinkan… Tapi maaf, saya tidak bisa menikahimu… Bahkan jika kamu pada akhirnya mendapat anugerah kesembuhan…”

Ia menengok ke Panji, “ Panji, seandainya kau datang sebelum semua ini terjadi … entahlah… Aku juga tidak tahu… Tapi aku merasa kalian berdua…merencanakan hal ini dibelakangku… Maaf, aku tidak bisa menerima belas kasihan dari kalian…”

“Tapi, bagaimana dengan rumah kalian berdua? Dan undangan yg telah disebar? Resepsi di gedung?” keluh Mamanya Rindu ditengah desahan kecewa dari Panji dan juga Satria…

Dan ide Rindu untuk tetap menjalankan pesta hampir saja ditolak oleh mamanya… Pesta ini, Rindu menjelaskan tidak akan dihadiri oleh para undangan… Makanan dan minuman itu akan diberikan pada anak – anak dari yatim piatu… Para tamu akan diberitahu secepatnya agar tidak perlu datang. Dan kalaupun mereka datang, sebaiknya bersiap untuk menghibur anak – anak yatim tersebut.

“Rumah akan kita jual saja, “ tegas Rindu. “Uangnya bisa menambah biaya pengobatanmu…Entah bagaimana dengan paket untuk bulan madu kita…”

Ternyata, berkat bantuan Susan…paket bulan madu itu bisa diganti dengan paket berlibur untuk mereka berdua. Tentu saja dengan biaya tambahan… yang dengan senang hati ditanggung oleh Susan… Apa saja akan dilakukannya agar sahabatnya bahagia kembali.

Mengingat itu semua Rindu tercenung sejenak… Ia masih sering menerima sms baik dari Panji ataupun dari Satria. Keduanya mengatakan masih mencintainya, masih menunggunya hingga ia siap… Ia menatap sms tersebut sebelum akhirnya mematikan ponselnya.

“Kamu gak nyesel kan jadi berlibur denganku? Padahal mestinya aku kasih saja tiket ini buat kamu dan George… , “ledek Rindu yang disambut dengan cibiran Susan.

“Rindu, kamu temanku… Aku hanya ingin kamu bahagia…, “ Susan tiba – tiba memeluk Rindu. “”Jika kamu ingin membatalkannya…masih bisa… Tidak apa…”

Tidak, geleng Rindu. Ia sudah memantapkan keputusannya. Saat ini ia hanya ingin menatap ke depan… Mempercayakan hidupnya pada Sang Pengasih diatas sana… Ia yakin suatu saat nanti ia akan bertemu seseorang yang mencintainya, tulus padanya, percaya ia akan selalu setia mendampingi dalam kondisi apapun, yang siap membagi suka dan duka padanya…dan menghargainya selalu… Mudah – mudahan tidak terlalu banyak permintaannya…Tuhan, Amin…doa Rindu dalam hati.

Masa depan, datanglah kau padaku….

Kekasihku, siapapun engkau…tunggulah aku…

Suatu hari, kita akan bersama…

Menjalani kehidupan berdua…dikala susah dan senang…

Hingga maut memisahkan kita….

The end

Catatan: Kami memutuskan, masing-masing penulis Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta, menulis ending kisah Rindu lewat versi masing-masing penulis. Karena itu akan ada 19 versi endings untuk Rindu. Pembaca dapat memilih ending mana yang paling sesuai dengan seleranya. Hihihi… Selamat menikmati!!! Dan Tunggulah versi-versi selanjutnya!!! *Iklan bangeeet ya???*

Thank you buat Ge yang udah ngikutin gue buat ikutan bikin cerita estafet walau gue sempet sakit perut mikirin mau nulis apa’an ;)

Happy reading alls

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline