"Ingat, ya. Kalau orang dewasa pernah bertengkar, kondisinya tidak akan seperti semula. Ibarat gelas yang sudah retak, tetap tidak bisa seperti semula walaupun diperbaiki."
Kawan senior yang punya banyak pengalaman itu mengucapkannya saat kami sedang ngopi bareng di sebuah food court pusat perbelanjaan. Sore itu, kami sangat menyayangkan sikap seorang kawan akrab yang secara terang-terangan duduk menjauh, saat dilihatnya ada yang tidak disukainya berkumpul bersama kami.
Kami tahu memang keduanya sedang berselisih. Ketidaksepakatan atas sebuah rencana kegiatan membuat hati kedua kawan yang kami kenal tiba-tiba memanas. Akhirnya, salah satu kawan benar-benar memilih untuk memutuskan perkawanan. Semua akun medsos pun diblokir.
Saya sangat menyayangkan yang telah terjadi. Juga kurang sepakat dengan pendapat kawan senior tadi meskipun diam saja. Namun, saya merasa tidak memiliki kapasitas untuk bisa mendamaikan dua orang yang berseteru.
Khawatir perseteruan yang sebenarnya bisa dicarikan solusinya, tambah nggak karuan. Namun, keputusan ini tidak dipandang tepat juga. "Kamu sih memang selalu cari aman," ucap salah seorang kawan lainnya. Duh, jadi bingung.
Saya memang selalu menghindari perselisihan. Maunya damai-damai saja walaupun kenyataanya dalam berkawan, terkadang ada hal-hal yang tidak selaras dan tidak sesuai. Kalaupun ada yang tidak berkenan, sebaiknya tidak lama-lama bertengkar. Soalnya, sebagai manusia biasa selalu aja ada yang jadi kekurangan.
Di sisi lain, ada orang yang gampang baper menghadapi suatu peristiwa sehingga hubungan kurang baik pun tercipta. Kadang jadi terkena imbasnya. Aih, kadang berpikir rumitnya dunia orang sudah dewasa, hehehe.
Saling bermaafan dan makna kemenangan
Hari raya idul fitri bagi orang Indonesia identik dengan saling bermaafan. Kembali suci. Begitu yang selalu terjadi setiap tahun. Sudah menjadi tradisi biasanya sambil mengucapkan selamat hari raya, juga sekaligus menyampaikan rasa saling maaf-memaafkan.
Tahun-tahun sebelum pandemi covid-19 ada di Indonesia, biasanya selalu ada halal bihalal di tingkat lingkungan rumah, dalam lingkup kantor atau organisasi. Dalam kegiatan silahturahmi itu yang selalu bikin kangen, biasanya diberikan waktu untuk saling bermaaf-maafan.
Orang-orang berbaris, lalu satu demi satu secara bergantian bersalaman dan mengucapkan permohonan maaf. Setelah itu, diakhiri dengan menyantap hidangan yang disediakan bersama-sama.
Mengikuti kegiatan itu setiap tahunnya, saya pun tersadar jika tak mudah benar-benar saling memaafkan dengan ikhlas. Tidak jarang, hanya berakhir dengan sekedar bersalaman saja saat acara. Setelahnya, belum tentu perselisihan sudah benar-benar usai. Saya jadi ingat gelas retak, yang dibicarakan kawan senior.