Dag..Dig..Dug... Jantung mulai berdegup saat tahu ada bapak petugas keamanan itu akan melintas. Kami pun mulai bersenggolan. Nggak mau nantinya kena cahaya senter, yang langsung diarahkan kepada kami.Segera bangkit berdiri, mengikuti imam dan para jemaah lainnya yang lebih dulu telah berdiri.
"Cepat. Berdiri yang benar," kata mbak Eno. Perempuan yang berusia tertua, barengan kami salat tarawih saat itu. Mukena pun dirapikan. Kemudian langsung mengikuti gerakan-gerakan shalat sesuai dengan arahan imam salat. Takut ketahuan kalau tak serius saat salat.
Bocah-bocah usia sekolah dasar memang sering tak segera berdiri, meskipun imam dan yang lainnya sudah takbir dan mulai membacakan ayat-ayat dalam salat. Banyak saling bercanda. Membuat sedikit gaduh ruangan masjid, yang harusnya hening dan hanya untuk ibadah. Cukup mengganggu para jemaah lain.
Bapak petugas keamanan itu tampaknya tahu. Saat salat tarawih digelar di masjid, begitu imam sudah berdiri dan mulai memerintahkan untuk merapihkan shaf salat, saat itulah petugas keamanan itu beraksi dengan senternya yang berwarna kuning tajam menyala.
Tepat langsung mengarah pada anak-anak yang belum segera berdiri, bahkan sampai salat sudah dimulai. Sinar lampu senter itu terkadang mengenai langsung wajah-wajah bocah kecil, yang segera panik berdiri.
Entah senter apa yang digunakan. Cahaya senter itu bulat besar. Terang dan menyebar. Dulu, lampu-lampu di dalam masjid tidaklah seterang masjid saat ini. Sehingga, nyala terang senter itu masih bisa menyorot tepat pada sasaran. Kalau sekarang, tentu tidak bisa digunakan seperti dulu. Masjid-masjid sekarang sudah sangat terang dimana-mana. Senter sebesar dan seterang apapun, manalah mempan.
Namun dulu, buat anak perempuan, sorotan nyala senter menambah kepanikan. Buru-buru berdiri karena juga harus merapikan mukena, yang terkadang cuma dipakai seadanya saja.
Belum lagi, di sela-sela salat ada yang mencopot mukenanya sebentar. Terutama saat jeda antar rakaat salat tarawih selesai karena merasa gerah. Panas, sehingga perlu berkipas-kipas dulu.
Salat di masjid yang kami datangi, biasanya setiap dua rakaat salam. Terakhir ditutup witir 3 rakaat. Terkadang, dengan alasan gerah, anak-anak ini berpikir bisa istirahat sebentar.
Pendingin dan penyejuk udara bernama AC (air conditioner) yang terpasang seperti masjid saat ini, belum ada. Kipas angin sudah ada, tapi jumlahnya tak seberapa. Itupun jika sedang dalam keadaan bisa berputar semua. Satu dua kipas tak menyala walau sudah menarik beberapa kali, untaian ali menjulur untuk menghidupkan kipas angin yang ditaruh di dinding masjid.
Selain itu, terkadang rasa lelah dan mengantuk datang, ketika imam salat senang sekali membaca surat-surat panjang. Bacaan yang tak sepenuhnya dipahami bocah-bocah ingusan yang masih duduk tingkat sekolah dasar, sementara kaki mulai terasa pegal.