ASURANSI Kesehatan? Apa Untungnya? Cuma bayar terus dan uangnya hilang begitu saja kalau tidak terpakai ? Wah, lebih baik uangnya dipakai dulu buat yang lain. Keperluan yang lebih mendesak masih banyak.
Bukannya tidak tahu pentingnya sebuah asuransi kesehatan. Cuma, keinginan untuk menunda memiliki asuransi kesehatan timbul karena bebagai kebutuhan sehari-hari yang dianggap penting. Apalagi, jika tubuh masih sehat dan muda.
Namun kejadian pagi di bulan Juni 2013, membuat saya tersentak kaget. Saya melihat ada beberapa tanda panggilan telepon berkali-kali tak terjawab, yang masuk dari seorang kawan.Tidak biasanya. Saya segera menelepon baik sekaligus mengirim pesan singkat ingin tahu.
Kabar itu mengejutkan. Dia istri kawan saya. Dia mengabarkan jika Rahmat, kawan saya terkena stroke. Tiba-tiba begitu saja. Sedikit bingung saya menerima kabar itu. Bukan karena penyakitnya yang aneh, tapi karena kawan saya masih muda. Lelaki sehat yang masih berusia 38 tahun !
Saya sama sekali tidak menduga karena beberapa hari sebelumnya saya masih sempat janjian bertemu untuk sebuah pekerjaan. Dia baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda terserang penyakit atau apa pun. Meski lebih sibuk, dia tertawa-tawa. Terlihat sedang bangga-bangganya karena bersama rekan-rekannya yang lain, sedang merintis bisnis bersama, yang ternyata mulai memperlihatkan kemajuan.
Saya cukup dekat dengan keluarga muda ini. Saya pun segera menuju rumah sakit. Kondisi kawan saya cukup membuat saya iba. Ada beberapa selang di bagian tubuhnya. Saya sedih melihat kondisinya. Hati saya pun berdesir melihat mata istri kawan saya yang memerah, kemudian mengalirkan butiran air mata.
Satu hal yang membuat perih adalah kawan saya tidak memiliki asuransi kesehatan. Dia baru saja memulai usaha baru. Belum mempersiapkan yang seperti itu. Serangan tiba-tiba itu terjadi tak memilih waktu dan mengenal kompromi yang tepat. Saat kejadian, kawan saya sempat dibawa ke sebuah rumah sakit swasta terdekat untuk pengobatan, namun akhirnya harus segera dipindah. Istri kawan saya ciut karena harus dilakukan operasi sesegera mungkin untuk mengatasi pecahnya pembuluh darah di bagian kepala untuk menyelamatkan nyawa.
Kata istri kawan saya, rumah sakit menyampaikan perkiraaan biaya untuk operasi saja Rp. 70 juta. Belum yang lain. Keluarga ini tidak punya uang sebesar itu. Sudah terpakai untuk modal usaha patungan. Asuransi kesehatan pun tidak ada.
Akhirnya, dengan terpaksa kawan saya ini dipindah ke rumah sakit milik pemerintah menggunakan ambulan. Sebuah kendaraan yang ternyata juga tidak gratis dan harus dibayar seharga ratusan ribu rupiah.
Selama beberapa hari dirawat di ICU, istrinya terpaksa harus tidur di lantai atau di kursi yang kebetulan kosong di luar ruangan. Tidak ada yang boleh menunggu di ruang ICU. Selama dua pekan berikutnya, saat sudah dipindah rawat di kelas III, istrinya pun harus tidur di lantai. Di dalam sebuah ruangan, yang berisi delapan tempat tidur. Semua terisi. Jangan bicara lagi masalah nyaman disini.