KAMIS siang 12 Mei 206, yang bercuaca panas terik sekitar pukul 13.00. Saya tepat berada di depan halte transit Transjakarta Grogol, dengan jurusan Grogol-Pinang Ranti dan Grogol-PGC. Bis-bis ukuran sedang berwana biru bernomor 12, jurusan Kalideres-Senen yang melintasi Grogol, tampak berderet-deret di depan Kampus Trisakti, Jakarta.
Entah kebetulan atau tidak, semua bertuliskan angka 12. Angka ini tiba-tiba mengarahkan pandangan mata saya, pada monumen bertuliskan reformasi 12 Mei yang terletak di depan kampus Trisakti. Monumen pengingat peristiwa yang terjadi pada tanggal itu tampak terlihat jelas. Tepatnya dari arah halte Transjakarta Grogol, tempat saya berdiri menunggu datangnya bis Transjakarta.
Tak lama berselang, bus-bus sedang bernomor 12 itu penuh dinaiki mahasiswa, beriring-iringan dan memacetkan jalan. Sejumlah mahasiswa berada di tengah-tengah jalan untuk memandu iringan bus. Beberapa petugas kepolisian juga ada, berjajar hingga wilayah Tomang.
Terjadi obrolan singkat begitu saja melihat itu semua.
“Reformasi 12 Mei. Demo mahasiswa,” ujar perempuan yang ada di depan saya.
“Sudah lama juga peristiwa itu,” kataku.
“Sekarang 2016. Dulu kejadian tahun 1998. Sudah 18 tahun,” ucapnya lagi.
“Nggak terasa, ya?” lanjutku singkat.
“Iya. Nggak terasa sudah lama berlalu. Tetapi sepertinya sekarang demo nggak seramai dulu. Sepertinya Trisakti saja,” kata perempuan itu, sambil memainkan smartphone-nya.
“Korban mahasiswa saat itu memang dari Trisakti,” ujarku.
“Ya, tetap harus ada peringatan untuk mengenang peristiwa itu,” tukasnya.