Lihat ke Halaman Asli

Irma Sabriany

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Mendaki Delapan Puncak di Pulau Jawa

Diperbarui: 16 Maret 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puncak Gunung Ciremai

Dini Pusianawati yang pertama kali menantangku untuk mendaki tujuh puncak gunung sebagai syukuran wisudaku. Tentang Dini Pusianawati, beliau merupakan salah satu anggota dari Aranyacala Trisakti yang saat ini berprofesi sebagai seorang dokter kandungan, punya hobi lari dan di tengah jadwal kesibukannya sebagai seorang SPOG beliau masih sering mendaki gunung, yang aku tahu beliau telah mendaki gunung Kinabalu. Tantangan ini, dia berikan ketika selesai mendaki Gunung Ciremai. Dengan suara meninggi, ia memberi tantangan, “Masa hanya satu gunung sekalian! Seven summit-lah, meski cukup gunung di Pulau Jawa.” Tantangannya kubalas dengan senyuman saja.

Gunung Ciremai yang pertama kudaki. Aku mendaki via Linggarjati atas ajakan Ichi dan Mahdi. Dua orang kawan kuliah di Teknik Lingkungan ITB yang suka mendaki gunung. Bagi mereka berdua Ciremai via Linggarjati telah tiga kali mereka dika sedangkan bagiku sama sekali belum pernah. Untuk urusan pendakian mereka berdua yang akan mengurus tentang transportasi menuju desa terakhir. Pada gunung ini, menurut keduanya, hal khusus yang perlu kuperhatikan yakni medan yang terus menanjak juga tidak adanya sumber air. Sejujurnya aku tidak sempat “browsing” tentang jalur ini. Ketika diajak, langsung mengatakan iya saja.

7 April 2015, 21.00 WIB kami meninggalkan Bandung menuju  Linggarjati di Kabupaten Kuningan. Pendakian ke Ciremai kami tidak melakukan prosedur perizinan. Hal ini dikarenakan tiba di base camp (kemah induk) pada pukul 01.00 WIB dan setelah salat subuh perjalanan dilanjutkan. Menurut Mahdi,  jalur Linggarjati ini merupakan paling berat dan sangat menantang. Meski demikian, penanda jalur yang dilalui sangat jelas dan memiliki banyak tanda-tanda penunjuk jalan sehingga memudahkan pendakian.  

Untuk mencapai puncak Ciremai harus melalui beberapa pos yakni Cibunar, Leuweung Datar, Kondang Amis, Kuburan Kuda, Pangalap, Tanjakan Seruni, Bapa Tere, Batu Lingga, Sangga Buana, dan terakhir Pengasingan lalu puncak 3078 mdpl. Siang itu keberuntungan berada di kami, ketika melakukan istirahat siang, hujan turun dan langsung saja mengisi botol.

Kami beristirahat di Bapa Tere, pukul 03.00 WIB. Sesuai hasil kesepakatan, kami berencana bergerak ke puncak tetapi karena hujan, maka dibatalkan.  Mahdi mempertimbangkan, jika masih hujan sampai pagi maka tidak perlu ke puncak, dan kembali ke kemah induk. Sepertinya hujan awet, sehingga langsung berkemas untuk menuju kemah induk.

Dalam perjalanan turun, bertemu dengan tiga pendaki dari Jakarta yang saat itu sedang melakukan operasi (untuk nama tiga orang itu aku lupa). Mereka bersiap menuju ke puncak. Mahdi memberi saran, agar bergabung dengan para pendaki tersebut, sedangkan ia dan Ichi menunggu di kemah induk. Perjalanan ke puncak memang terasa berat, apalagi dengan teriknya matahari dan jalur menanjak tentu saja membuatku kehausan dan ngos-ngosan. Dari Pos Sangga Buana (2500 mdpl) ke puncak tersisa 1.5 km. Di pos ini aku meminta kepada mereka untuk istirahat sejenak, Setelah itu, melanjutkan perjalanan dan tepat pukul 12.45 WIB tiba di puncak Ciremai (3078 mdpl)

Pukul 13.30 WIB setelah mengabadikan momen, kemudian bergerak turun ke camp. Pukul 15.45 WIB, tiba di camp, beristirahat dan mengisi perut yang keroncongan. Masih ditemani gerimis, ketika berkemas untuk kembali menuju kemah induk. Tak menunggu lama, mobil jemputan tiba di lokasi. Sebelum berangkat tak lupa aku ucapakan terima kasih kepada mereka.

Dari Gunung Ciremai selanjutnya menuju Jawa Tengah. Tujuanku ke Gunung Lawu di puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl) yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keberangkatan ke Lawu bersama Anton dan Mas Pur. Mereka berdua merupakan anggota dari Hancala  Biologi UNY.  Pendakian ke Gunung Lawu melalui Cemoro Kandang.

Senin, 13 April 2015 pukul 08.15 WIB kami meninggalkan kemah induk. Di jalur cemoro kandang kami hanya bertemu dua tim pendaki. Menurut Mas Pur, jalur Cemoro Sewu lebih ramai, jalur semakin menanjak. Di setiap pos terdapat warung. Menjelang puncak terdapat warung makan Mbok Yem.  Meskipun terdapat  warung makan dan pendaki dapat menginap di warung tersebut, tapi tetap membawa peralatan dan ransum. Selasa, 14 April 2015, 07.19 WIB, tiba di puncak Gunung Lawu. Informasi yang aku dapatkan dari Anton dan Mas pur, gunung ini dikeramatkan. Itu sebabnya, sempat bertemu dengan orang yang melakukan ziarah.

Puncak Gunung Lawu

Dari Lawu, selanjutnya menuju  puncak ketiga yakni Merapi (2.913 mdpl) yang merupakan salah satu gunung berapi aktif di Indonesia. Jumat, 1 Mei 2015 pukul 23.00 WIB, tiba di kemah induk Selo di Jawa Tengah. Setelah melakukan registrasi, kami berdoa sebelum mendaki. Medannya cukup terjal.  Pendakian ke Merapi membuatku tidak tidur sama sekali karena saat itu pos 3 dijejali pendaki, sehingga mendirikan tenda di tempat yang tidak datar. Jalur pendakian dari Kemah Induk – pos 1 – pos 2 – pos 3 – Pasar Bubrah – puncak. Pos 3 merupakan batas vegetasi  di Gunung Merapi.

Berdasarkan hasil pengamatanku, Pasar Bubrah adalah sebuah pos terakhir di kaki Gunung Merapi. Di lokasi ini, pada hujan, angin kencang, dan kabut menjadi tantangan untuk semakin tangguh menuju puncak. Untuk mencapai puncak dari Pasar Bubrah memakan waktu sekitar 1.5 jam dengan jalur sangat ekstrim. Tak ada petunjuk sama sekali sehingga agak menyulitkan mencari jalan untuk menuju puncak. Jalur yang harus di lewati berupa pasir dan bebatuan yang rawan longsor. Total waktu tempuh pendakian mencapai 14 jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline