Lihat ke Halaman Asli

Irma Sabriany

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Filosofi Rumah Gadang

Diperbarui: 7 Maret 2016   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini merupakan kunjunganku yang pertama kali  di Propinsi Sumatera Barat. Dalam catatanku, ingin mengunjungi kawasan seribu rumah gadang di Kabupaten Solok Selatan. Hari itu, Selasa (19 Januari 2016) aku  pun mengunjungi kawasan tersebut. Dari Kota Padang, berangkat menggunakan travel, bertarif Rp. 60.000,-  dengan tujuan Muaro Labuh. Waktu tempuh perjalanan sekitar 2 jam.

Di kawasan Nagari Saribu tersebut, terletak di Kecamatan Sungai Pagu. Penanda keberadaan kawasan ini berupa sebuah gerbang. Setelah melewati pintu gerbang, terdapat mesjid. Dari masjid tersebut, kemudian menelusuri kawasan ini. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa warga masyarakat, juga pengamatan langsung, terdapat sekitar 130-an rumah gadang. Masyarakat percaya, rumah gadang bukan hanya sekedar bangunan, tapi didirikan atas beberapa filosofi.


["Kawasan Saribu Rumah Gadang (dok. pribadi)"]

Dari kawasan Seribu Rumah Gadang, aku ke museum Adityawarman yang terletak di jalan Diponegoro Kota Padang. Setelah itu, aku pun mengunjungi Istana Pagaruyung di Kabupaten Tanah Datar dan menyambangi Pusat Informasi Minangkabau di Kota Padang Panjang.

Di museum Adityawarman, aku melihat ada lima jenis rumah gadang yakni Rumah gadang Pasisie, Kajang Padati, Sari Tabek, Bapaserek, dan Tuo Kampai Nan Panjang.

Rumah gadang memiliki nilai dan filosofi yang berhubungan dengan alam, yang selanjutnya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal.

Hal ini dibenarkan oleh kawanku Rindha dan Kak Rima. Menurut keduanya, sistem tersebut ditunjukkan antara lain berupa pewarisan rumah gadang yang hanya akan diserahkan kepada anak perempuan. Keturunan laki-laki akan mengikuti istrinya, yang biasanya ada yang tinggal di surau.

Menurut Yoseptian Suheri S.Pd, yang kutemui saat mengunjungi Istana Pagaruyung, istana tersebut memiliki 72 tiang penyangga yang melambangkan daerah-daerah yang berada di kawasan Minangkabau. Gonjong sebanyak 11 buah yang menyerupai tanduk kerbau, melambangkan pola pikir yang berbeda, tetapi akan menyatu.  Satu tiang yang berupa tonggak tua berdiri tegak lurus, melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa.

["Istana Pagaruyung "]

Rumah gadang dibuat berbentuk persegi panjang, yang terbagi atas bagian depan dan bagian belakang. Rumah tersebut berbahan kayu, yang atapnya berbentuk runcing. Pada atap ada yang menggunakan ijuk sebagai pengganti genteng atau seng. Bentuk dinding dari rumah gadang tidak rata, hal ini bertujuan agar tahan akan terjadinya angin kencang dan gempa bumi. Pondasi berbentuk pasak kayu besar, agar bertahan kuat mencengkeram dalam tanah. 

Ketika mengunjungi Pusat informasi Minangkabau kusempatkan untuk bertemu staff yakni Ibu Suaeta. Beliau kemudian menjelaskan tentang rumah gadang. Dalam rumah gadang, ruangan berjumlah ganjil, melambangkan keseimbangan antara kanan dan kiri. Rumah gadang dibuat memanjang, karena didalamnya hidup beberapa keluarga. Jumlah jendela yang banyak dibuat demikian, sehingga membuat sirkulasi udara lebih lancar. Rumah gadang memiliki ukiran yang menggambarkan kehidupan masyarakat, yang kemudian dipahatkan pada dinding rumah.Pada halaman rumah terdapat rangkiang untuk meyimpan padi. Dalam penerimaan tamu pun diatur secara ketat. Tuan rumah duduk menghadap ke dalam rumah, sedangkan tamu menghadap keluar ke halaman.

Tantangan yang dihadapi saat ini, sudah banyak masyarakat dalam membangun tempat tinggal tidak lagi membangun rumah gadang. Hal ini disebabkan faktor biaya yang akan dikeluarkan jika memilih membangun rumah gadang. Seiring perkembangan zaman, banyak nilai-nilai tradisional sudah begeser, tetapi masih ada juga masyarakat yang masih menganut dan mempertahanka keberadaan rumah gadang. Dibutuhkan dukungan dari pemerintah propinshi Sumatera Barat, daerah serta desa yang masih memiliki kepedulian terhadap kelestarian peninggalan bersejarah. Dengan demikian adat istiadat dapat terus terjaga dan lestari.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline