Lihat ke Halaman Asli

Involusi Pembangunan dan Institusi Inklusif

Diperbarui: 2 November 2024   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Institusi ekstraktif dapat menghambat pembangunan inklusif. Sumber: Getty Images/Credit: Romeo Gacad

Indonesia secara resmi memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang baru. Menggantikan Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming akan memerintah negara Indonesia hingga tahun 2029.

Dalam pelantikannya sebagai Presiden, ada hal menarik dari pidato Prabowo. Ia mengatakan agar jangan terlalu puas dengan angka- angka statistik. Harus diakui selama 10 tahun terakhir, banyak hal positif yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi - Ma'ruf.  

Involusi 

Di bidang ekonomi, misalnya, setelah pandemi Covid-19 membuat ekonomi Indonesia dan dunia mengalami kontraksi, World Bank mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia (year on year) bisa kembali ke angka sekitar 5% pada tahun 2022 dan 2023. Tentu saja ini pencapaian yang cukup baik dan patut diapresiasi.

Sayangnya, ditengah pencapaian positif tersebut ada catatan merah yang cukup menyita perhatian publik : jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan.

Bulan Agustus yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah kelas menengah di Indonesia tahun 2024 sebanyak 47,85 juta jiwa. Angka ini turun drastis bila dibandingkan dengan jumlah kelas menengah sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 57,33 juta jiwa. Bukan tidak mungkin jumlah penduduk miskin di Indonesia akan bertambah.

Selain itu, perekonomian Indonesia juga sedang mengalami deflasi lima bulan berturut- turut sejak Mei hingga September 2024. Sekilas deflasi tampak positif karena harga barang dan jasa terjangkau oleh banyak orang (konsumen). Namun, beberapa ekonom menyakini deflasi beruntun ini mengindikasikan orang yang memiliki uang semakin sedikit. Artinya, pendapatan sebagian besar masyarakat mengalami penurunan.

Turunnya pendapatan akan berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat. Melemahnya daya beli akan mengakibatkan konsumsi rumah tangga menurun. Bila hal ini terus berlanjut, menurunnya konsumsi rumah tangga - sebagai penggerak utama perekonomian Indonesia - akan berdampak buruk pada perekonomian Indonesia.

Dua kondisi diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sekitar 5% belum dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Bila ingin bangsa ini naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju pada perayaan 100 tahun kemerdekaan, ekonomi Indonesia - meminjam istilah yang dipakai Prabowo - bukan hanya harus tumbuh secara statistik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline