Lihat ke Halaman Asli

Kecerdasan Buatan Memaksa Manusia Mendisrupsi Dirinya Sendiri

Diperbarui: 28 Desember 2021   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kecerdasan buatan yang mendisrupsi peradaban memaksa kita mendisrupsi diri kita sendiri. Sumber: Gettyimages/gremlin

Teknologi telah membentuk peradaban manusia. Teknologi tidak hanya melekat dan menjadi kebutuhan manusia, tetapi juga mendisrupsi kehidupan umat manusia. 

Kecerdasan buatan merupakan satu dari sekian teknologi yang mendisrupsi tatanan dunia. Salah satu konsekuensi dari implementasi kecerdasan buatan yang tak terhindarkan adalah otomatisasi.

Otomatisasi adalah keniscayaan. Sekelompok pakar kecerdasan buatan bahkan memperkirakan kecerdasan buatan akan mampu melakukan semua pekerjaan manusia (Katja Grace, et al, 2016). Pada waktunya otomatisasi akan mendisrupsi esensi manusia sebagai pekerja (Homo faber).

Ketika wacana pegawai negeri sipil akan diganti oleh robot, umumnya respon kita menunjukkan tanda kita belum siap. Kita belum siap memasuki tatanan dunia yang baru. Teknologi yang berkembang dengan pesat cenderung diimbangi dengan kualitas manusia yang relatif stagnan.

Kita terlena dengan segala kemudahan hidup yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi membuat kita nyaman dan lupa diri hingga kita tidak menyadari kalau perubahan yang fundamental dan radikal sedang terjadi.

Ketika dunia mengalami disrupsi, meminjam istilah Rhenald Kasali, kita mesti mendisrupsi diri sendiri. Mengapa kita perlu mendisrupsi diri sendiri?

Singularitas Teknologi

Implementasi kecerdasan buatan yang semakin meluas menyebabkan tingkat otomatisasi semakin meningkat. Otomatisasi menyebabkan terjadinya pergeseran (shifting) lanskap pekerjaan.

Pekerjaan yang sifatnya rutin, fisik, dan berisiko tinggi, yang biasanya dilakukan oleh manusia, akan diambil alih oleh mesin atau robot cerdas. Disisi lain, hadirnya kecerdasan buatan dalam kehidupan manusia menimbulkan konsekuensi yang bisa mempengaruhi masa depan umat manusia.

Fisikawan dan kosmolog asal Inggris Raya, Stephen Hawking pernah mengungkapkan kekhawatirannya akan potensi kecerdasan buatan menggantikan manusia. Vernor Vinge, ilmuwan komputer dan penulis sains fiksi, berkali-kali menulis tentang kemungkinan terjadinya singularitas teknologi, istilah dan teori yang dicetus pertama kali oleh John von Neumann.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline