Lihat ke Halaman Asli

Riant Nugroho

Spesialis Kebijakan Publik, Administrasi Negara, dan Manajemen Strategis

Natal dan Kebijakan Publik

Diperbarui: 24 Desember 2019   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Natal, Yesus, Isa bin Maryam, Isa al-Masih, lahir. Yesus sang Isa Al Masih bukan saja Juru Selamat, tetapi Ia adalah Sang Simbol. Setidaknya ada tiga simbol besar yang dibawaNya. Pembaharuan, Keselamatan, dan Harapan. Tatkala umat manusia dicengkeram dalam kebuntuan hidup, Yesus membawa pembaharuan. Perjanjian Allah dan Manusa diperbaharui.

Nuh barangkali menjadi manusia pertama yang mendapatkan tanda pembaharuan, tatkala air bah surut, dan ia melihat pelangi, Busur Tuhan, sebagai janji Allah, Ia tidak akan memusnahkan manusia lagi, dengan air bah.

 Tetapi, manusia kembali berbuat jahat. Tidak terkira betapa gelapnya kegelapan di dalam hati manusia yang memilih jalan kegelapan dan mengajak banyak orang berjalan di jalan yang sama. Hari demi hari, kegelapan semakin meluas dan mendalam. Bahkan, meninggi, menantang Tuhan. Seperti Menara Babel baru.

Yesus Sang Al-Masih, lahir bukan membawa simbol, namun menjadi simbol itu sendiri. Simbol pembaharuan perjanjian Allah dengan manusia. Pembaharuan kehidupan manusia, bahwa Tuhan tetap mencintai manusia.

Yesus juga simbol keselamatan, karena sudah terbukti, manusia tidak dapat mencari keselamatan sendiri. Semakin manusia mencari sendiri, semakin tersesat dia. Ilmu, pengetahuan, dan teknologi pun membawa manusia bukan saja menjauhi Tuhan, tetapi juga hidup dalam kesepian dan anomali ciptaannya sendiri. 

Yesus bukan simbol keselamatan, melainkan keselamatan itu sendiri. Jalan penderitaan umat manusia ditempuhNya sendiri dengan kaki yang berdarah, punggung yang berdarah, lengan dan tangan yang berdarah, bahkan kepala yang berdarah. 

Darah itu membasah dan membasuh seluruh jalanan dosa --jalanan dolorosa hingga ke kalvari. Sebelum upacara penistaan paripurna dihelat, dan lambung itu ditombak hingga menyeruat semburan darah.

Yesus adalah simbol Harapan. Hidup yang mampat, penat, dan letih. Kompetisi dan hiperkompetisi yang ditawarkan sistem sosial, ekonomi, dan politik sejak purba hingga saat ini membawa ke satu tujuan: kesia-siaan. 

Seperti nyanyian Pengkhotbah: "Kesia-siaan atas segala kesia-siaan! Semuanya adalah kesia-siaan." Kehidupan seperti bawang merah. Dikupas, dikupas, dikupas, dan dikupas...dan di tengahnya tidak ada sesuatu pun. Manusia memerlukan satu hal untuk dapat hidup, bahkan untuk sekedar bertahan hidup: Harapan. Yesus adalah harapan bahwa pembaharuan, keselamatan, dan harapan itu sendiri ada di sana, disediakan untuk manusia.

Apa yang bisa dipelajari dari kebijakan publik dalam konteks Sang Natal? Kebijakan publik adalah refleksi Yesus dalam kehidupan bersama yang disebut sistem politik. Jika Yesus adalah keputusan politik dari Allah, maka kebijakan publik adalah keputusan politik Negara. 

Jika Yesus adalah pembaharuan, keselamatan, dan harapan. Demikian pula seharusnya keputusan Negara yang  baik dan bertanggung-jawab: kebijakan publik adalah pembaharuan atas kehidupan bangsa yang macet, berkarat, dan membusuk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline