Dunia sementara, akhirat selamanya.
-Anonim-
Ungkapan di atas ternyata bukanlah sekedar ungkapan, melainkan sebuah kebenaran. Meski sering ungkapan tersebut didengar atau bahkan tersimpan di dalam salah satu sudut memori, namun lagi-lagi manusia adalah makhluk yang sarat akan kekhilafan sehingga terkadang abai dengan kenyataan bahwa dunia yang selama ini dikejar bersifat sementara.
Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini di mana banyak orang yang berebut jabatan dan kedudukan hingga rela melakukan apa pun semata-mata hanya untuk mengejar puja-puji dari sekitar, hanya karena ingin dilihat sukses oleh teman, kerabat, kolega, hanya berharap decakan kagum dari keluarga besar. Tak salah jika seorang muslim memiliki jabatan atau kedudukan tinggi di suatu pemerintahan, organisasi atau perusahaan, bagus malah, tetapi pastikan bahwa semua itu didapat dengan cara yang benar dan memang kompeten untuk berada di posisi tersebut serta ingatkan diri bahwa semua akan ada pertanggungjawabannya.
Kedudukan, harta, jabatan, puja-puji yang lebih bersifat abu-abu, yang selama ini dikejar oleh banyak manusia di muka bumi tak lain merupakan tipu-tipu duniawi. Gak percaya?
Yuk, simak ayat berikut,
Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu. (QS. Al Hadid: 20)
Dirangkum dari beberapa ahli tafsir, pada ayat di atas Allah menegaskan bahwa dunia hanyalah permainan dan senda gurau, segala pencapaian berupa harta, kedudukan, jabatan yang didapat dan dibanggakan yang terkadang diraih dengan melanggar syariat hingga melalaikan perintah agama. Agama hanya dianggap lalu, bahkan (mungkin) menganggap agama berlaku pada ritual-ritual tertentu saja, sedangkan untuk meraih keduaniawian tak mengapa menabrak serta melanggar norma agama, demi sebuah pengakuan dan lagi-lagi pengakuan dunia. Na'udzubillah.
Selanjutnya Allah memberi perumpamaan layaknya hujan yang menyiram tanaman padi sehingga membuat para petani kagum lalu kemudian tanaman tersebut berangsur-angsur menguning-kering-hancur dan tidak menarik lagi. Di sini Allah ingin menyampaikan bahwa dunia pun seperti itu, di mana begitu bersinar hingga penghuninya ingin meraih segalanya dengan berbagai cara. Setelah semua diraih tetiba takdir datang menghancurkan semua, melenyapkan semua yang sudah berhasil teraih dan akhirnya hanya kehampaan tersisa. Belum selesai sampai di situ, karena azab akhirat masih menanti akibat memilih cara yang salah dalam meraih segalanya ketika di dunia. Dan di akhir ayat, Allah pun kembali menegaskan bahwa kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan palsu.
Agar kita terhindar dari tipu-tipu dunia, yuk sama-sama resapi pesan Abu Bakar Ash-Shiddiq berikut,