Lihat ke Halaman Asli

Hakikat Ziarah: Pelajaran dari Umrah

Diperbarui: 12 November 2017   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Setelah melakukan umrah-ziarah ke tanah suci, saya semakin meyakini dan menyadari bahwa hakikat ziarah adalah latihan.

LITERATUL

Di buku Sejarah Tuhan karya Karen Amstrong, tersurat dan tersirat bahwa sejatinya ritual ziarah yang dilakukan oleh semua ajaran dan keyakinan adalah latihan. Latihan untuk meneladani orang-orang terdahulu yang dengan luar biasa telah melewati ujian Tuhan. Jika ingin membaca buku yang lebih ringan maka novel Pilgrimage karya Paul Coelho adalah pilihan yang baik. Menceritakan latihan diri melalui prosesi ziarah.

"Innama Buistu Liutammima Makarimal Akhla. Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq (kebiasaan) yang mulia" - Nabi Muhammad

Kebiasaan ziarah atau thawaf mengelilingi kakbah telah ada sebelum Nabi Muhammad lahir. Kaum Quraisy penjaga tanah suci tersebut, menjadi tuan rumah berbagai kepercayaan yang hadir untuk ziarah. Turunnya Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan kebiasaan tersebut, menyempurnakan rukun rukun haji dan umrah yang menjadi pedoman bagi generasi umat berikutnya, generasi umat akhir zaman.

Ibadah umrah atau haji adalah ritus teatrikal. Dalam ibadah ini kita tidak hanya mengenang kehebatan Nabi yang mulia seorang, yang menjadi Bapak dari para nabi. Tapi juga mengenang kehebatan sebuah keluarga.

“Inna Allaha istafa adama wa-nuhan wa-ala ibrahima.....". Sesungguhnya Allah memuliakan Adam, Nuh, dan Keluarga Ibrahim.

Untuk lebih dalamnya pemaknaan ibadah Haji dan Umrah kita bisa membaca banyak sekali buku-buku yang sudah beredar. Buku Haji karya Ali Syariati mengupas makna haji dan pergerakan pengabdian untuk umat. Totalitas Haji & Umroh ; Makna Tasawuf-Falsafi, Sains dan Fikih karya Aguk Irawan (yang juga menulis buku Haji Backpaker) mengupas dari sisi pemaknaan sufistik ke dalam diri kita. Serta berbagai macam buku -buku sejenis yang belum mampu saya baca.

Inti dari pembahasan buku buku tersebut terletak pada dua kata: Ikhlas dan Pasrah. Benang merah dari semua pembahasan tentang kemuliaan Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah IKHLAS dan PASRAH.

Dalam hidup, ada titik titik dimana kita dipaksa oleh Tuhan untuk ikhlas padaNya. Nabi Ibrahim yang tidak memiliki keturunan, Sarah yang dimadu, Hajar yang ditinggalkan di tanah tandus, Ismail yang dikorbankan (Ishak versi Nasrani). Mereka semua ikhlas dan pasrah melanjutkan hidup sesuai keinginanNya.

Adik asuh kawan saya, seorang anak SMA ditinggalkan orangtuanya di rumah sakit pada saat ia harus menjalani amputasi kaki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline