Lihat ke Halaman Asli

Rian Efendi

Mahasiswa Teknik Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Negeri Subang

Mahasiswa Banyak Wajah, Kritis atau Apatis?

Diperbarui: 23 September 2019   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Pergerakan mahasiswa merupakan suatu alur penting dalam tonggak sejarah bangsa. Hal tersebut menjadi sorotan karena cikal bakal persatuan bangsa dimulai oleh pelajar pribumi sendiri. Pada tahun 1908, pelajar STOVIA mendirikan Boedi Oetomo, wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Pada tahun 1928, Sumpah Pemuda berhasil menyatukan segala bentuk perbedaan antar organisasi kepemudaan demi tercapainya  perjuangan pemuda bangsa yang satu. 17 tahun kemudian, Republik Indonesia berdiri, yang juga terdapat jasa pemuda yaitu ketika membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan. Tahun 1966,  mahasiswa yang terhimpun dalam KAMI berhasil meyakinkan masyarakat dalam melawan PKI pasca G30S PKI yang gagal. Dengan capaian, estafet kepemimpinan diserahkan kepada Soeharto. Tahun 1974, 1977, 1990, dan puncaknya 1998 Mahasiswa kembali menggelar aksi protes sebagai bentuk perwujudan aspirasi masyarakat mengenai kegagalan pemerintahan Orde Baru dengan capaian dilengserkannya Soeharto.

Mahasiswa dengan segudang tugasnya dan pandangan masyarakat yang mulia menjadikan mahasiswa sebagai garda terdepan penyalur suara rakyat. Kita semua mengetahui sepak terjang aksi mahasiswa di negeri ini, dengan hasil yang menentukan perjalanan bangsa. Akan tetapi, di kondisi saat ini, identitas mahasiswa dengan sifat kritisnya masih dapatkah menjadi harapan rakyat? Melihat perkembangan zaman, Mahasiswa juga merupakan manusia milenial yang terseret arus modernisasi, dengan hal tersebut menjadikan mahasiswa milenial ini terbagi menjadi beberapa karakter, dengan keunikannya masing-masing. Adapun gambaran mengenai karakter mahasiswa terbagi menjadi beberapa kelas berikut :

  1. Mahasiswa yang bergerak di dalam organisasi. Mahasiswa ini tergabung di dalam sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa mahasiswa dengan pengabdian, tujuan, haluan , visi dan misi, serta kepentingan yang satu. Mahasiswa golongan ini menganggap semua pelayanan hanya untuk satu kepentingan, yaitu kepentingan organisasi yang menaunginya. Kepentingan tersebut merupakan kepentingan yang diagendakan dalam organisasi. Mahasiswa jenis ini cenderung bergerak dalam kawanan, mengadakan aksi atas inisiatif organisasi, mengadakan aksi karena adanya kepentingan organisasi, dan agenda pengurus organisasi. Sayangnya organisasi kemahasiswaan yang satu tentu berbeda dengan organisasi kemahasiswaan yang lainnya. Dikhawatirkan terjadinya bentrok kepentingan mengenai kepentingan yang disuarakan antar organisasi kemahasiswaan, dan juga rentan terjadinya penunggangan kepentingan politik praktis pihak tertentu yang menginfiltrasi organisasi kemahasiswaan melalui doktrinisasi salah satu mahasiswa yang menjadi anggota dari organisasi kemahasiswaan tersebut.
  2. Mahasiswa individual yang memiliki idealismenya tersendiri. Mahasiswa ini terkesan penyendiri, dengan berbagai pemikiran yang rumit mengenai penyelesaian permasalahan di masyarakat. Melalui pemikiran tersebut didapatkan cara penyelesaian yang hanya dapat dipahami oleh dirinya sendiri. Mahasiswa ini bergerak di luar dari struktur organisasi, mahasiswa ini bergerak atas nama independenisasi insan terpelajar yang mengabdi murni karena suara hati. Mahasiswa ini bergerak dalam sunyi dengan cara atau kontribusinya sendiri. Mahasiswa jenis ini melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan, mendengar langsung keluhan masyarakat langsung dari mulut rakyat itu sendiri. Mahasiswa ini merasa prihatin karena merasakan sendiri penderitaan rakyat. Mahasiswa ini mengabdi dengan tujuan, haluan, pengabdian, kontribusi, visi dan misi pribadi dengan cara dan bidangnya sendiri. Terlepas dari kepentingan organisasi, partai politik, pihak ketiga, atau pun kepentingan yang lain di luar dari kepentingan rakyat itu sendiri. Akan tetapi, hasil yang diambil dari pengabdian mahasiswa yang bergerak sendiri sangat kecil jika dibandingkan dengan mahasiswa yang bergerak melalui organisasi, hal tersebut disebabkan oleh jangkauan yang kecil, yang hanya bisa dilakukan oleh seorang mahasiswa, dengan bidang yang terbatas, yang hanya dikuasai oleh mahasiswa itu sendiri.
  3. Mahasiswa yang terpaku pada satu bidang. Adapun bidang yang dimaksud bisa berupa perkuliahan, pengembangan bakat, pemenuhan kebutuhan hidup, dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri, banyak sekali mahasiswa yang terfokus hanya pada satu bidang, seperti mahasiswa yang sibuk belajar untuk mendapatkan IP tertinggi, atau mahasiswa yang sibuk mengembangkan bakat untuk mengikuti perlombaan tertentu, atau mahasiswa yang sibuk bekerja untuk mendapatkan upah demi membiayai kebutuhan hidup dan membayar uang kuliahnya. Mahasiswa ini merupakan mahasiswa kompleks dengan sejuta permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut mengakibatkan mahasiswa tersebut terfokus hanya pada satu bidang yang ia tekuni. Adapun motivasi yang melatarbelakanginya adalah kenyamanan saat ia menekuni bidang yang diminatinya, dan juga kebutuhannya sendiri yang harus dipenuhi. Mahasiswa jenis ini mempunyai pandangan jika memfokuskan diri pada bidang yang dikuasai, kesuksesan akan mudah tergapai. Kenyataannya di luar dari perkuliahan, untuk meraih kesuksesan  terdapat beberapa faktor dan beberapa bidang yang diperlukan, ahli dalam bidang tertentu tidak menjamin akan menyelesaikan masalah di bidang yang lain. Nyatanya kehidupan itu lebih kompleks dari pemahaman mahasiswa jenis ini. Tidak menjamin menguasai satu bidang akan menyelamatkan hidupnya dari masalah di bidang yang lain. Akan tetapi tidak ada yang salah jika seorang mahasiswa lebih memilih mengasah bakat yang dimilikinya dengan fokus dan rutin.

dokpri

Melihat kondisi mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelas tersebut, seringkali di temukan tuduhan antar mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya mengenai sifat kritisnya masing-masing. Banyak sekali mahasiswa dengan karakteristik tertentu menuduh mahasiswa dengan karakteristik yang lain sebagai mahasiswa apatis. Ada juga mahasiswa dengan karakteristik tertentu merasa bahwa dirinya merupakan mahasiswa terkritis dari semua mahasiswa yang ada. Lalu bagaimana solusinya? Kekritisan seorang mahasiswa tidak bisa disamakan dengan mahasiswa lain. Kenapa? Karena karakteristik yang dimiliki oleh mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lain tidaklah semuanya sama. Lalu jika berbeda, apakah berhak mahasiswa tersebut menuduh mahasiswa yang lain sebagai mahasiswa yang apatis? Tentu tidak. Hal tersebut dapat dikembalikan menurut kepentingannya masing-masing. Problema hidup manusia berbeda-beda, hal tersebut juga mengakibatkan adanya klasterisasi di dalam kehidupan mahasiswa. Mari berkoreksi diri, dengan menghargai karakter mahasiswa yang ada. Tuhan menciptakan warna-warna yang berbeda untuk menciptakan sebuah keindahan yang agung. Hal tersebut pula Tuhan lakukan dengan menciptakan manusia dengan watak yang berbeda. Begitupun dengan mahasiswa yang memiliki karakter yang tidak sama antar satu dengan yang lain. Tetaplah jadi mahasiswa Indonesia, beri kontribusi yang sesuai dengan visi dan jalan yang diambil. Negeri ini sedang berproses, lalu apa baktimu cuma sekadar protes?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline