Kilas Balik: Perjalanan Menulis di Kompasiana
Perjalanan menulis di Kompasiana menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagiku. Menulis di sini tak hanya mengasah kemampuan, tetapi juga membentuk identitasku sebagai penulis, Yusriana. Agar keren dan terindentifikasi kearifan lokal, aku menambahkan marga Ayahku, Siregar. Agar lebih spesifik lagi, aku tambahkan lagi Pahu. Sebagai pembagian dari marga Siregar.
Ya ada Siregar Pahu dan Siregar Salak di Appolu, Sipirok, Tapsel. Jadilah identitas menulisku Yusriana Siregar Pahu.
Ketika pertama kali memutuskan untuk menulis di platform ini, aku hanya bermodalkan keberanian dan sedikit keraguan: Apakah tulisan saya akan diterima? Namun, keraguan itu perlahan terhapus oleh semangat berbagi dan apresiasi dari komunitas sesama penulis dan pembaca. Bahkan tulisan pertamaku langsung Artikel Utama.
Langkah Pertama: Awal Meniti Jejak
Seperti bayi yang baru lahir. Aku belajar berjalan di platform ini. Tulisan pertamaku memang Headline. Namun tulisanku selanjutnya di Kompasiana ini penuh dengan ketidaksempurnaan lagi. Tema yang kuangkat sederhana, gaya bahasapun belum terasah, tetapi ada satu hal yang membuatku bertahan: kebebasan berekspresi ada di sini.
Meski tulisanku bukan pilihan melulu, tak ada yang protes apa lagi membully. Semua menerimaku apa adanya. Apapun yang kita tulis asal sopan, santun, dan logis berterima di sini." Tulis aja dulu. Mau AU tidak AU, jangan dipikirin!" Begitu salah satu senior di sini menyemangati. Mas Sigit.
Kompasiana beda, ia memberikan ruang untuk mengeksplorasi ide-ide yang selama ini terpendam. Mau curhat pada diary juga oke. Tak disangka, dari satu artikel, lahir artikel lainnya hingga menjadi rangkaian kisah perjalanan yang terus berkembang. Hingga sekarang aku sudah melahirkan 473 judul tulisan. 44 di antaranya Artikel Utama.
Mas Sigit lagi-lagi komentar, " Udah nagih AU sekarang, ya!" Katanya.