Hari kedua sekolah, tepatnya tanggal 11 Juli 2023, kita guru akan kembali bersua dengan mereka. Sebagai guru mata pelajaran, tiap Juli merupakan momen mendebarkan bagi saya.
Glenyar-glenyar aneh seperti akan bersua tambatan hati. Mata mereka. Itulah alasan glenyar itu ada. Tatapan mereka penuh harap meski sesekali ada pula di antara mereka yang menatap ragu. Senyum dong.
Namanya pertemuan dengan guru baru, tentu kepala mereka masih bercabang dengan berbagai spekulasi. Ibu guru baru. Fisik baru. Suara baru. Tatapan baru. Semua serba baru.
Wajar bila mereka akan sibuk dengan otak kecilnya, membandingkan saya dengan ibunya di rumah, dengan guru Bahasa Indonesia sebelumnya.
Mereka memang sudah ada yang mengenal kita. Tapi beberapa dari mereka tentu ada yang belum mengenal. Yang mengenal kita biasanya anak teman sesama guru, tetangga, anak yang senang bergaul dengan guru, dan anak yang sudah ada kasus tertentu.
Misalnya, berulang kali ke kantor guru untuk remedial atau sering dipanggil ke kantor guru karena rajin membantu guru.
Adapun murid lain tak mengenal saya karena kutu buku hingga betah di kelas saja, pendiam, dan cuek tak mau tahu dengan sekitarannya.
Ya, sesuai jumlah mereka, 33 orang siswa, maka 33 pulalah karakter mereka terbentuk sesuai dengan karakter lingkungan tempat tinggal mereka. Ayah Ibu, kerabat, tetangga, dan teman-temannya.
Seperti itulah, setiap momen Juli, siswa yang duduk di hadapan saya adalah murid baru. Meski mereka sudah kelas IX dan sebetulnya bukan murid baru lagi.
Mereka sudah di sekolah ini dari kelas VII dan VIII. Namun, dengan saya, mereka baru bertatap mata dalam ruang kelas yang intens.