Hari sudah menunjukkan pukul 04.30 WIB. Sesaat lagi adzan berkumandang. Pertanda masuk waktu subuh. Suara salah satu santri putra nan merdu bergema melantunkan surah Al Waqiah. Merdu menyejukkan hati siapa saja yang mendengarnya. Meski surah itu bercerita tentang hari kiamat nan ngeri.
Semua keperluan siswa untuk sarapan pagi ini sudah disiapkan oleh Vella dan rekannya Desi, Murti, dan Emi. Sup ayam tambah kentang goreng krispy, sambal lado tomat, dan kerupuk ubi talas cabai merah.
Semua sudah terhidang bersama nasi panas dan segelas jus al pukat di atas meja. Ada sekitar 400-an siswa asrama yang akan makan. Pa/Pi di sini disebut. Pa atau putra sekitar 180 siswa dan Pi atau putri sekitar 220 siswi pula.
Vella bersembunyi di sekolah berasrama atau pesantren ini. Kebetulan Eteknya, adik Mama Vella menjadi kepala asrama putri dan guru di pesantren ini. Eteknyalah yang menyelamatkan hidup Vella. Ia baru saja terlunta-lunta setelah tertipu bisnis bodong di Kota BKL.
Eteknya yang di BKl menerima Vella selama seminggu di rumahnya. Vella yang cuma lulusan SMP tentu susah mencari pekerjaan di kota itu. Eteknyapun hanya ibu rumah tangga. Beliau tak bisa menerima Vella di rumahnya berlama-lama. Suaminya hanya supir di rumah majikan mereka.
Majikan mereka tak bisa menerima Vella bekerja. Istri majikan sudah punya pembantu yang sudah berpuluh tahun bekerja di sana. Jalan satu-satunya, ya Vella pulang ke Sumatera Barat dan bekerja di dapur, di pesantren tempat eteknya yang lain bekerja.
Jika bukan bertemu penipu itu, sebetulnya hidup Vella sudah makmur di sana berkat uang bos Pram, suaminya yang ia larikan setahun lalu. Lebih dari 1 M, ia melarikan uang. Uang itu memang sengaja dititipi Pram suaminya kepadanya.
Uang modal suaminya untuk melunasi pembelian ayam potong, telur ayam buras, snack atau makanan ringan ciri khas Payokumbuah, dan buah jeruk. Suaminya Pram berbisnis itu dari Pasaman vs Payokumbuah. Usaha suaminya lancar hingga bosnya Ko Taher memberi modal.
Ia sudah membeli rumah, meski kecil di Kota BKL seharga 600 juta dengan uang itu. Ia pun membuka salon kecantikan dan berbisnis kosmetika meski bukan partai besar. Ia sudah membeli pula satu unit motor dan satu unit mobil bekas sebagai alat transportasinya di kota itu.
Di bank, ia simpan uang sisa 1 M yang dia bawa kabur, sekitar 300 juta. Hingga tiba nasib naas menyapanya. 'Mujur tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak.' Akibat tamak dan rakus, semua lenyap.