Dendam? Benarkah ada dendam seorang Presiden kepada rakyatnya? Ujaran kebencian? Wajarkah praktisi partai atau elit politik mengajak masyarakat melakukan ujaran kebencian? Bukankah itu politik toxic?
Politik toxic bukankah suatu ancaman bagi keutuhan rumah tangga bangsa Indonesia? Berhentilah menyampaikan dendam dan ujaran kebencian. Itu bisa memecah belah bangsa Indonesia.
Ketika saya duduk di Sekolah Dasar, guru saya mengajarkan Persatuan dan Kesatuan Modal Menuju Bangsa yang Kuat. Ibarat sapu lidi. Satu lidi, dua batang lidi, 3, 4, dan seterusnya tak mampu mengumpulkan sampah (perongrong persatuan) tapi jika kita mengumpulkan sampah (perongrong persatuan) dengan satu ikat lidi bernama sapu lidi akan berhasil.
Satu per satu Politikus PDI Perjuangan seperti, Ruhut Sitompul menyoroti bagaimana Joko Widodo dipuji oleh sejumlah pemimpin negara dunia, salah satunya Presiden Prancis, Emmanue Marcon.
Buka-bukaan ia mengatakan masyarakat harusnya bangga melihat pencapaian mantan gubernur tersebut. Seolah begitu buta masyarakat akan hal itu.
Hal itu beliau lanjutkan dengan ujaran bahwa semestinya pembenci Presiden RI ke 7 Bapak Joko Widodo, malu dengan ungkapan yg paling dalam untuk Indonesia tercinta dan Presiden yang sangat dihormati.
Begitu juga ujaran beliau akan istilah kadrun, menurutnya, ini tanda kuat bahwa para kadrun sebagai pembenci Jokowi harus mulai balik menuju jalan yang benar. Miris akan pemberian gelar kadrun oleh elit politik itu.
"Ayo rakyatnya tolong para kadrun kembalilah kejalan yang benar," sambungnya.
Di tengah munculnya pujian dari Presiden Prancis Emmanuel Macron membagikan momen kebersamaannya dengan Presiden Joko Widodo, politikus senior Partai PDIP itupun mengatakan Gatot yang masih aktif sebagai Panglima TNI pada 2017 pernah dibikin keleleran setelah Jokowi dipermalukan olehnya.
KTT G20 Bali itu menyisakan berita negatif juga kepada Iriana Jokowi yang kena body shaming karena dibandingkan dengan Ibu Negara Korea Selatan, Kim Kun Hee.