Buk Yu disuruh Kepala ke lapangan. Itulah pesan berantai dari rekan kerja ketika kami apel pagi di halaman kantor majelis guru. Kebetulan saya baris paling ujung kiri dan pesan masuk dari ujung kanan searah gerbang madrasah dan lapangan basket.
Panggilan ini sebetulnya mengganggu karena saya sedang asyik menyimak pidato anak kelas saya yang tampil hari ini di lapangan basket itu. Di lapangan itulah siswa apel pagi dari pukul 07.00 hingga pukul 07.25.
Hari itu Kamis, biasanya anak menampilkan pembiasaan shalat jenazah, kulim, baca Al Quran, doa, hobby, dan mereka dipandu pembawa acara. Tiap hari setiap kelas bergiliran mengisi apel pagi dengan agenda pembiasaan yang berbeda.
Sebetulnya, saya ingin berdiri di sana melihat dan menyimak penampilan mereka. Namun, saya faham kondisi mereka, pasti mereka grogi karena merasa was-was tak bagus.
Mereka memang cendrung menilai saya kiler dan bahkan ada yang terlontar menyebut monster. Sungguh menguras kesedihan. Tapi mau gimana lagi---- toh memang oranglah yang menilai kita.
Pakai saja prinsip fifty-fifty, 50-50. Maksudnya, di sebuah majlis akan berlaku 50 orang menyukai kita dan 50 orang lagi tak menyukai kita. Misal, di kelas ada 33 orang siswa. 16 orang dari mereka pro saya dan 17 orang lagi bisa jadi kontra dengan saya.
Itu sah-sah saja karena sudut pandang setiap orang dalam menilai beragam. Tergantung dari sudut mana mereka menilai. Toh mereka tetap bisa berkarya meski saya mereka anggap kiler dan monster. Wkwkwkkkkk.
Pagi itu memang kelas yang tampil, kelas 9B. Pembawa acara berbahasa Inggris Qeira Munawwari fadrian, dipanggil Kiki. Pembawa acara berbahasa Arab, Salwa Nailatur Khaira, dipanggil Salwa. Mereka berdua kompak bergantian membawakan acara.
Membaca Al Quran mereka pilih si suara merdu Aulia Rahim dan Tsabita. Adapun pelaksana shalat jenazah, Habib Abdillah selaku Imam dan Fakhri selaku makmum.