Malsapari adalah Sejenis arisan di dunia petani. Tradisi ini muncul dahulu karena keterbatasan uang untuk mengupah.
Hidup Anak Petani Zaman Jadul
Masih segar diingatan saya ketika kami teman sebaya duduk lesehan di lantai rumah menonton Berita Nasional di TVRI. Kami suka menonton berita di TVRI karena sesudah berita akan tayang lagu Garuda Pancasila.
Bersama-sama kami menyanyikan lagu itu dengan teman penuh semangat. Yang paling menggelitik bunyi baris terakhir "Patriot proklamasi" teman-teman banyak yang salah menyebut patriot. Mereka bilang patrotproklamasi.
Masa itu memang masa peralihan untuk kami di desa yang berbahasa ibu Tapanuli Selatan. Penduduk memang masih murni belum dicampuri suku lain. Kami satu desa berasal dari Tapanuli Selatan. Ada marga siregar, harahap, rangkuti, matondang, pak pahan, nasution, lubis, pane, nainggolan, dan banyak lagi.
Guru SD kami pun datang dari utara bermarga Turnip, Saragih, dan Sinaga. Ibu-ibu ini hebat bernyanyi. Kami sampai hafal semua lagu wajib. Paling kami gemari lagu Garuda Pancasila, Bendera Merah Putih, Indonesia Raya, dan Halo-Halo Bandung.
Di sekolah guru kami kadang berbahass Batak kadang bahasa Indonesia. Lebih dominan bahasa Batak sehingga anak-anak mengerti. Kami murid pertama di SD ini.
Hubungan kami dengan guru kami sangat bagus dan orang tua kamipun menghormati mereka. Para suami ibu guru kami pun pandai bergaul sehingga kami rukun hingga sekarang.
TVRI baru satu-satunya waktu itu di rumah bidan di kampung kami. Maka kami pun menonton dengan mengintip lewat jendela. Rumah bidan itu sangat bersih. Kami ditak pernah beliau suruh masuk. Hanya gorden kaca rumahnya yang beliau biarkan terbuka. Di depan kaca itulah kami berdiri dengan tertib.
Anak kampung memang jorok. Mandi ke sungai kadang tanpa sabun. Pulang pergi ke mana-mana tanpa sendal. Ingus mengalir di atas bibir. Dihapus pakai bahu baju. Adek kita digendong di punggung dan dua mengekor di belakang. Prihatin potret anak petani zaman jadul.