Lihat ke Halaman Asli

YUSRIANA SIREGAR PAHU

TERVERIFIKASI

GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Cara Menulis Mudah

Diperbarui: 20 Juni 2022   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jujur

Itulah kata kunci menulis. Kadang kita tidak mau jujur dengan ide yang ada di kepala kita. Setelah ada tulisan orang lain di media barulah kita kaget. Aku juga pernah mengalami ini. Mengapa aku tidak menjadikannya tulisan waktu itu ya? Begitulah isi pikiran kita setelah membaca tulisan mereka. Maka berlalulah pengalaman itu tanpa bekas.

Pernah seorang teman berujar. Si Andi suka jujur. Menceritakan pengalamannya sendiri. Nah, dengar ungkapan itu memang kita menjadi malu untuk jujur. Padahal inilah masa emas kita untuk menulis. Bukankah menulis itu untuk sarana berbagi pengalaman?

Takut

Ini juga momok menakutkan bagi kita penulis debutan. Takut ditertawakan senior. Takut tak divote. Takut ditolak. Takut memalukan keluarga. Pokoknya takut ini beragam bentuk dan wujudnya. Sehingga membuat jari kaku. Otak buntu mau menulis apa.

Tidak salah guru kita menyuruh kita membaca agar kita tahu apa yang ditulis orang lain. Ternyata hanya soal remeh temeh tapi nyatanya bisa menghibur. Nyatanya bisa menjadi penyemangat hidup bagi orang lain. Mungkin pikiran kita yang terlalu mewah dan wah hingga selalu ingin tampil elegan dan ekslusif meski dalam bermain kata-kata.

Malu

Ini sifat yang kita miliki sejak pubertas pertama. Malu bicara. Malu bersuara. Malu bernyanyi. Malu tampil ke depan. Ketika kita membaca tulisan Laskar Pelangi 1 ternyata Andrea Hirata mampu mendongkrak pasar tulis menulis. Ia tak malu menceritakan penampilan mereka yang kucel saat duduk di sekolah dasar.

Lagi-lagi remeh tapi ternyata direspon luar biasa. Penulis yakin kita semua punya pengalaman itu. Tapi kita ragu menulisnya. Tak salah jika para pakar menyusun kurikulum bahasa indonesianya dulu ada menulis pengalaman paling berkesan di buku diary.

Tapi sayang kurang populer karena guru hari itu belum berkenalan dengan kompasiana. Ternyata di sini ada diary-nya. Pun di Majalah Kartini juga dulu ada rubrik ini. Tapi lagi majalahnya mahal dan guru tentu agak keberatan buat membeli. Lagi pula zaman itu belum ada android yang ada baru mesin ketik. Jika mau menulis kirim naskah lewat pos. Sekarang mah udah canggih kita bisa curhat di android dan tayang langsung di sini. Kompasiana.

Ketika penulis membantu akreditasi sekolah. Alangkah kagetnya penulis ternyata salah satu level yang harus diuplouwd tentang karya kreativitas siswa di medsos siswa dan media massa. Begitu bunyinya. Lah penulis baru mulai menampilkan tulisan mereka di domain penulis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline