Di era saat ini, fashion menjadi hal yang sudah pasti diperhatikan untuk semua kalangan dari anak muda hingga orang tua. Fashion itu sendiri adalah sisi kehidupan masyarakat yang saat ini sangat penting sebagai salah satu indikator bagi muncul dan berkembangnya gaya hidup (Mike Featherstone, 2001). Dalam perkembangan zaman seperti saat ini, tren pada fashion pastinya berubah-rubah. Beragam model pakaian dari mulai atasan ,hingga bawahan, dan aksesoris juga mengalami perubahan dengan seiring berjalannya waktu. Tak hanya itu, perubahan juga terjadi dari pakaian yang biasa beli baru hingga pembelian pakaian bekas.
Pada beberapa tahun terakhir ini banyak anak muda yang mencari pakaian bekas untuk memenuhi gaya hidupnya. Menurut (Salomon 2007) Gaya hidup mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang dari dia menghabiskan waktu dan uang. Fashion tidak terlepas dari gaya hidup. Sebuah fashion akan berubah ketika dipengaruhi oleh sebuah tren yang sedang berlaku. Media sosial menjadi alat yang mempengaruhi sebuah tren, karena di media sosial penyampaian berita atau informasi sangat cepat. Seperti halnya tren yang sedang Banyak di sukai di kalangan anak muda saat ini. Tren pakaian bekas.
Sebenarnya pakaian bekas ini sudah lama ada di setiap daerah di Indonesia. Di setiap daerah penyebutan pakaian bekas ini beragam dari mulai “awul-awul” hinga istilah “cakar” yang artinya “cap karung” dan “beje” yang artinya “bekas Jepang”. Tetapi di zaman sekarang penyebutan pakaian bekas di kalangan anak muda adalah “Thrifting”. Kata thrifting sendiri berasal dari kata thrift yang berarti penghematan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa thrifting adalah kegiatan mencari barang bekas yang masih layak pakai atau mencari barang dengan merek-merek tertentu dengan murah dan masih layak untuk digunakan.
Pada beberapa tahun kebelakang tren thrifting ini Banyak di sukai di kalangan anak muda. Salah satu penyebabnya adalah banyak anak muda yang posting dan membuat viral kegiatan thrifting mereka di media sosial. Mereka juga memamerkan hasil tangkapan mereka dengan merek-merek tertentu di media sosial. Dari hal ini banyak anak muda yang ingin mencoba karena bagi mereka thrifting ini merupakan tren saat ini yang menjadi budaya populer. Budaya populer itu sendiri menurut (Strinati 2009:26-28) adalah budaya yang lahir atas kehendak media. Artinya, jika media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka public akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan.
Tren thrifting ini sudah menjadi kiblat baru dalam dunia fashion saat ini. Bisa dilihat dari banyaknya pengusaha thrift shop, banyaknya nya event-event thrift di setiap daerah, hingga saat ini hampir di setiap media sosial atau pun platform e-commerce, mudah untuk kita mendapatkan orang berjualan pakaian bekas. Banyak dari anak muda saat ini menggunakan pakaian bekas, entah itu karena tren atau mengurangi pengeluaran. Seperti yang kita ketahui barang thrif atau pakaian bekas ini pastinya murah.
Pasti banyak anak muda yang tergiur dengan harga murah ini, karena dari harga yang murah mereka tetap bisa mengikuti tren dan mereka tetap tampil fashionable tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Tren thrifting ini sebenarnya sebuah solusi buat kaum milenial karena harga yang murah dengan kualitas baik dan apabila kita bisa memilih atau beruntung kita bisa mendapatkan barang yang bermerek yang harganya jauh lebih murah daripada harga retail dari merek tersebut. Hal ini sangat mendukung kaum milenial agar tetap fashionable tanpa harus banyak menguras uang.
Tren thrifting ini selain harganya yang miring dan kualitas yang baik, juga membantu permasalahan lingkungan. Seperti yang kita ketahui limbah dari pakaian merupakan limbah paling susah untuk di urai. Untuk penanganan limbah ini harus dengan penanganan extra. Tren thrifting ini juga ikut berkontribusi dalam mengurangi limbah yang ada di bumi dan bisa dibilang tren ini berdampak positif bagi lingkungan.
Tak hanya positif, tren thrifting ini juga mempunyai sisi negatifnya, yaitu didalam bidang kesehatan. Seperti yang kita ketahui thrifting merupakan kegiatan membeli pakaian bekas. Pakaian bekas sangat banyak mengandung bakteri yang dimana sangat berbahaya bagi orang yang menggunakan nya. Yang dimana kita tidak tahu asal Dari pakaian tersebut dan digunakan dengan siapa pakaian tersebut serta mempunyai riwayat sakit seperti apa. Penyakit yang ditimbulkan juga kita tidak tahu, entah itu penyakit kulit apa penyakit berbahaya lainnya.
Tetapi jangan terlalu khawatir, kita dapat melakukan beberapa cara untuk meminimalisir atau mencegah penyakit tersebut. Salah satunya kita dapat merendam pakaian bekas tersebut menggunakan air panas yang mendidih ditambah dengan detergen agar bakteri yang ada di pakaian tersebut terangkat. Kita jangan beranggapan bahwa pakaian bekas dengan pakaian yang biasa kita beli baru cara dalam mencuci nya sama. Karena hal tersebut dapat membahayakan kesehatan pada kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H