Pagi ini Jogja hujan. Sesampainya di kantor, saya oles-oles perut dengan balsem yang selalu ada di tas. Maklum, perut suka kembung dan tubuh terasa dingin saat musim hujan tiba. Seperti biasa, saya hidupkan komputer lalu streaming-an video di Youtube untuk menghangatkan suasana. Tak seperti hari kemarin di mana saya mendengarkan lagi-lagu "zaman now", bernostalgia dengan lagu-lagu Koes Plus tampaknya menjadi penyemangat saya di pagi dingin ini. Secara perlahan pikiran tiba-tiba terbang bebas ke sebuah 'bingkai kenangan' indah masa kecil. Sebaris memori memanggil dengan suara lantang--ini tentang saya, bapak, dan Koes Plus.
Sekali pun saya masuk kategori generasi Y, yang secara umur belum tua-tua banget.. hihihi, lagu-lagu favorit saya kebanyakan lagu "zaman old" loh. Hehehe.. Tentu saja, ini tak lepas dari selera musik bapak di masa lalu yang akhirnya nurun ke saya hingga hari ini--semacam kenangan masa kecil yang bisa dibilang unik dan menyenangkan. Unik karena di masa itu, saya hampir setiap pagi diputerin lagu-lagu hitz dari band Koes Plus. Bagi Bapak, pesohor masa lalu yang kini bergelar "legendaris" ini menawarkan lagu-lagu yang ngena di hati, ringan didengar, dan tentu saja tak membosankan.
Semenjak muda, bapak hobi mengoleksi serta utak-utak perlengkapan elektronik, termasuk media untuk memutar lagu-lagu Koes Plus pada zaman itu. Seingat saya, bapak punya alat pemutar lagu yang memiliki corong seperti bentuk terompet, gramofon namanya, dimana ini digunakan untuk memutar piringan hitam yang populer banget di zaman 60-an.
Tape yang biasa digunakan untuk memutar lagu-lagu dalam kemasan kaset pita juga tak absen memberikan hiburan untuk Bapak di masa mudanya. Generasi yang sempat menikmati media ini tentu tahu bahwa tape selalu berpasangan kaset pita. Namun ada saja kelemahan si pita panjang ini--saat diputar, si pita sering kesrimpet (tersandung) sehingga kondisi parahnya adalah ia akan mendadak nglokor (pita saling berhimpitan namun gak mau jalan/berputar sehingga menumpuk di satu titik). Nah, jika kondisi ini tak kita sadari, pita kaset bahkan terancam putus dan dengan ini dinyatakan bahwa kaset Anda 100% rusak. Wahahaha... teknologi masa lalu memang unik ya.
Puluhan koleksi masa lalu yang hampir terlupa
Kembali lagi ke musik kesukaan Bapak. Saking seringnya saya mendengarkan lagu-lagu Koes Plus, saya jadi hafal liriknya, bahkan saya sempat bisa menyanyikan sekitar 250-an lagu Koes Plus loh. Gimana ceritanya? Suatu hari saya diajak orang tua ke rumah simbah (orang tua dari bapak) yang berdomisili di Klaten. Bapak teringat bahwa di almari jadulnya ada beberapa 'kenangan' yang masih tertinggal. Segeralah beliau 'mengobrak-abrik' isi almari lalu dikeluarkan semua barang yang tersimpan di dalamnya, diantaranya puluhan bahkan ratusan kaset pita para artis dan band masa lalu.
Melihat bapak memunguti satu per satu, saya yang saat itu masih duduk di bangku SD mencoba membantunya dengan sigap. "Pak, yang kaset Koes Plus boleh saya pilihin dan dibawa ke Jogja..?" tanya saya kepada Bapak dimana saat itu kami berkomunikasi dalam bahasa Jawa. Beliau pun menjawab boleh dan malah senang jika dibantu. Akhirnya saya pilih satu per satu kaset pita, Koes Plus khususnya, lalu saya pisahkan dari yang lain. Terakhir, saya gabungkan kaset pita dengan cangkangnya (bening) agar lebih rapi.
Saya lupa tepatnya, namun kalau hanya 15-20 kaset Koes Plus sih kayaknya ada. Kami bawa pulang ke Jogja hingga akhirnya bisa menambah koleksi untuk rungon-rungon (bahasa Indonesia: didengar) di rumah. Semenjak itulah, saya jadi makin 'cinta' dengan lagu-lagu mereka dan berinisiatif untuk menulis liriknya di buku tebal agar saya tak lupa. Tak mengherankan karena saking intensnya mendengarkan lagu-lagu Koes Plus, saya jadi hafal ratusan lagu mereka loh :D
Nah, betapa banyak kaset Koes Plus yang saya temukan ini membuktikan bahwa band yang awalnya bernama Koes Bersaudara ini memang sangat produktif menghasilkan lagu. Dulu kata Bapak, dalam 1 tahun, Koes Plus bisa menelurkan beberapa album--hebatnya semua lagu mereka selalu disambut baik oleh masyarakat.
Produktivitas Koes Plus era 1960-1990
Di balik kesuksesan band yang dibentuk tahun 1960-an ini, ada sebuah cerita sedih yang mewarnai blantika musik Indonesia kala itu. Tahu grup band dunia The Beatles kan ya? Di masa lalu, lagu-lagu Beatles sempat menjadi kiblat Koes Plus dalam menghasilkan karya. Tak disangka nasib apes menimpa mereka--pemerintah kita saat itu yang sangat anti kapitalis, menganggap Koes Plus meracuni generasi muda Indonesia dengan gaya bermusik yang pro barat. Alhasil, seluruh personil Koes Plus pun terpaksa masuk bui selama beberapa bulan. Hebatnya, kondisi ini tak lantas menyurutkan mereka untuk berkarya--terbukti dari karier mereka yang justru melejit setelah bebas dari rumah jeruji besi tersebut.
Cerita ini saya dengar dari Bapak, kala suatu pagi sruput teh panas sambil mendengarkan alunan lagu-lagu Koes Plus. Saya rasa, band legendaris ini tak sesepele itu di hati Bapak. Saya tahu Bapak suka musik dan Koes Plus adalah salah satu bagian yang menghiasi perjalanan hidup Bapak hingga saat ini. Rasa cinta terhadap lagu-lagu Koes Plus juga terlihat dari kesetiaan kami mendengarkan siaran lagu-lagu mereka di salah satu stasiun radio--kalau tidak salah dulu diputar setiap jam 11.30 siang--menemani aktivitas sehari-hari bapak. Hingga saat inipun, karya apik mereka masih sering kami putar di rumah, semacam penanda bahwa hal-hal manis masa lalu tak harus dilupakan begitu saja.