Lihat ke Halaman Asli

Membaca untuk Menulis

Diperbarui: 21 Mei 2018   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketidakpuasan diri dengan apa yang terjadi di zaman milenial yang penuh dengan keraguan, kegundahan, dan kepayahan. Bukan keinginan untuk menyalahkan keadaan, namun lebih pada introspeksi diri. Apa yang membuatnya tertinggal, merasa sudah bangkit namun terbelakang...

Pada hakikatnya, membaca adalah kunci utama untuk satu kata bangkit. Diri ini yang lemah akan pengetahuan, membaca ketika ada keperluan untuk tugas, untuk ini dan untuk itu. Memang membaca tak diharuskan satu hari selesai berlembar-lembar. Namun, menciptakan hobi membaca itulah hal yang sangat tidak akurat dan tidak konsisten...

Lalu apa yang sebenarnya menjadi kegelisahan saya tentang membaca untuk menulis, serta relevansinya dengan Hari Kebangkitan Nasional...

Membaca adalah hal yang membosankan, namun bisa menjadi alternatif ketika kebosanan itu hilang. Beberapa hari memikirkan membaca untuk menulis hingga tak menemukan titik terang yang pasti. Sampai pada akhirnya, konsultasi adalah jalan terakhir daripada berijtihad yang berujung pada jalan  yang sesat...

Pertanyaan besarnya, adalah apakah untuk menulis itu kita harus membaca ?dengan kata lain suka atau hobbi membaca. Pertanyaan ini terlontarkan ke salah satu Alumni atau Warga Istimewa UKPK IAIN Jember, Moh. Yazid Mubarok. Beliau adalah inspirator serta motivator bagi diri saya sendiri...

Beliau menjawab dengan sangat santai, "Yaa.. semakin sering kita membaca, semakin banyak kosakata yang terekam dalam otak dan semakin lancar pula kosakata itu tertuang dalam bait-bait paragraf". Kemudian beliau mengembalikan pertanyaan "Sudahkah kau cinta buku ? Jika belum, maknai dulu kata cinta serta bagaimana cinta itu bisa tumbuh berkembang bak bunga mawar di taman. Setelah itu kau bisa arahkan pembahasan selanjutnya pada makna buku".

Mulai bertanya-tanya, apa itu cinta dan bagaimana bisa tumbuh. Bagaimana diriku bisa memaparkan adanya cinta, sedangkan makna cinta saja masih membuat gundah dalam hati ketika tak bisa mengekspresikannya dalam tinta-tinta suci..

Bisa tergambarkan sedikit setelah beberapa waktu berpikir, "Cinta adalah rasa, rasa yang lebih dan tak biasa. Cinta akan timbul karena terbiasa dan menjadi kebiasaan". (Balasan saya melalui pesan singkat)

Mas Yazid (panggilan akrab saja) membenarkan apa yang menjadi jawaban saya, lalu menambahkan "Itulah sebabnya cinta timbul, misalnya saja karena sebab terbiasa dengan si dia, lalu timbul rasa nyaman dan beranjak pada fase cinta. Begitu juga dengan buku. Harus sering-sering bergelut dengan buku, semisal dengan cara, membiasakan diri memegang buku, meskipun ketika membawa tas bukunya berada di genggaman meskipun tidak per detik dibaca. Setidaknya ada waktu berkala untuk membacanya kembali.  Berbeda antara suka dan cinta, suka datang secara mendadak dan hanya sementara. Namun lain pada cinta, cinta tumbuh dan berkembang melalui proses. Ada pepatah mengatakan bahwa Cinta itu bukan Karena, tapi Walaupun."

Disinilah yang mungkin banyak maksud tersirat yang bisa dipahami oleh reader. Jadi, menggugat Hari Kebangkitan Nasional saya maknai bangkit dalam hal apapun yang menjadi keterpurukan saat ini, terlebih lagi pada dunia pendidikan dan kepenulisan. Membacalah agar kebodohan yang senantiasa mengejarmu itu mulai lelah dan bosan, Lalu tulislah apa yang sudah kau pahami dari yang kau baca agar kau bisa memahat karya...

#RWI_Kompasianer

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline