Lihat ke Halaman Asli

INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)

Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

[Kebijakan Jurnalisme Berkualitas] Kabar Baik Bagi Penulis di Media Penerbit Artikel Jurnalistik

Diperbarui: 4 Agustus 2023   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpres Jurnalisme Berkualitas (Sumber gambar: Kompasiana.com)

Perlu kita simak dengan seksama plus minus sekaligus kabar gembira bagi konten kreator media seperti penulis di K yang giat membuat konten bermutu dan konsisten mewartakan kebenaran. Karena kita mendapati kebijakan yang akan diimplementasikan, yakni Perpres Jurnalisme Berkualitas.

Saya menjadikan berita dari ABC News (platform berita online dari Negeri Kangguru) sebagai sumber utama menganalisa apa saja keuntungan dan kerugian apabila draf kebijakan ini tidak disepakati bersama dengan kepala dingin bersama pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya (pemerintah, penyedia platform media, stakeholder, penyedia mesin pencari seperti Google).

Plus:

  • Regulasi ini sejatinya sudah diberlakukan di Uni Eropa (tahun lalu Google membayar 300 penerbit di Uni Eropa) dan Australia. Dengan adanya regulasi Publisher Right, media seperti K ini akan mendapat royalti atas konten yang tersedia didalamnya yang disebarluaskan oleh mesin pencari seperti Google, Bing, Yahoo dan lainnya, media sosial (Twitter, Facebook, dan sebagainya), serta news aggregator (Google News dan lainnya). Menimbang kegelisahan Aplikasi Berita seperti BaBe (Baca Berita) lebih banyak mendapat keuntungan dari konten berita dibanding outlet media yang memproduksi berita tersebut.
  • Algoritma harus disesuaikan dengan prinsip Kebhinnekaan dan kode etik jurnalistik, hal ini tentu membuat penulis media atau Content Creator yang konsisten dengan prinsip ini kelak diuntungkan besar karena karyanya menjadi sorotan algoritma (yang salah satunya algoritma yang digunakan mesin pencari seperti Google).
  • Konten Hoaks, isu SARA yang mengadudomba keutuhan bangsa dan konten negatif lainnya bisa tersisihkan di jagad dunia maya.

Minus:

  • Sebagaimana tanggapan platform digital Google yang telah mematuhi aturan serupa ini di Uni Eropa dan Australia, mengungkapkan pandangannya, jika draf aturan ini tidak dilakukan perubahan, tidak akan bisa dijalankan, dikarenakan dapat membatasi akses publik dengan memberikan wewenang kepada lembaga non-pemerintah untuk memutuskan konten mana layak terbit secara online, dan menentukan penerbit online mana yang diizinkan memperoleh pendapatan iklan. Artinya tidak lagi kita temukan keragaman perspektif atas suatu fenomena yang dijadikan berita seperti yang saat ini kita dapatkan secara online, dan hanya media yang diakui oleh lembaga non-pemerintah tersebutlah yang mendapatkan keuntungan signifikan atas kebijakan ini.
  • Kemungkinan terburuk, apabila pihak-pihak diluar pemerintah yang berkepentingan tidak dilibatkan untuk duduk bersama mendiskusikan draf yang diterima semua pihak, maka salah satu platform digital seperti Google tak lagi menyediakan platform bagi konten berita di Indonesia. PHK akan terjadi dimana-mana, jika kemungkinan buruk ini terjadi. Tapi menurut saya Google pikir-pikir juga kalau sampai hengkang dari Indonesia yang memiliki jumlah penduduk peringkat 4 dunia.

Lantas apa yang perlu kita perbuat sebagai publik?

Bagi penulis media (dengan prinsip Citizen Journalist) seperti K-ners, mari kita sama-sama membuat konten yang diharapkan kebijakan tersebut yakni memenuhi prinsip kebhinnekaan dan kode etik jurnalistik. Berdasarkan berita yang saya baca dari ABC News, secara umum Perpres ini melakukan filtering pada konten-konten yang tayang. Konten yang bersifat News itulah yang dikomersialisasi. Dan ini kabar gembira bagi kita yang berkarya dengan dedikasi luhur untuk kemajuan peradaban melalui konten bermutu di media seperti K ini.

Bagi pembaca, melalui kebijakan ini sejatinya kita diuntungkan, karena tak lagi disuguhkan berita dari medsos yang sifatnya penggiringan opini, framing untuk kepentingan tertentu, dan lainnya yang dapat merugikan bangsa kita. Artinya mari kita dukung upaya pemerintah untuk sama-sama mendapati konten berita yang sarat mutu dan berkualitas seperti nama kebijakan Perpres ini yakni Perpres Jurnalisme Berkualitas.

Kalau ada yang merasa kebakaran jenggot dengan kebijakan ini, apa jangan jangan kita sebenarnya tidak baca isi dari wacana kebijakan ini secara mendalam dan dengan benar? Atau terkena pengaruh influencer yang merasa ini adalah kepentingan oligarki? Ah ... semua dikembalikan lagi bagi kita semua untuk menilai seberapa berdampak kebijakan ini, positif untuk peradaban bangsakah? Atau sebaliknya?

Cimahi, 4 Agustus 2023.

Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline