Lihat ke Halaman Asli

INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)

Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Kebijakan untuk Kesuksesan Menjadikan Seluruh Warga Negara Penuh Kebahagiaan

Diperbarui: 10 Juli 2023   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kebijakan Nasional (pixabay.com, kreasi: Tumisu)

Didalam sebuah Buku best seller luar biasa isinya yakni Atomic Habits karya James Clear tertulis sebuah rumusan mutiara hidup:

Kebahagiaan muncul ketika hasrat tidak ada.

State/Keadaan demikian benar adanya. Saya merasakan kebahagiaan karena merasa cukup. Cukup disebabkan saya sudah kehilangan hasrat apapun yang membuat saya merasa tidak pernah puas, cukup menerima apa yang ada dan tersedia, itulah yang membuat saya bahagia. Ketidakpuasan terkadang mengantarkan kita pada perilaku kurang bersyukur. Dan ketidakadaan rasa bersyukur itulah penyebab lenyapnya kebahagiaan muncul pada diri kita. Akibatnya diri kita selalu menuntut lebih demi memuaskan hasrat kita, dan inilah penyebab kebahagiaan seakan sirna karena kita selalu dipenuhi hasrat hasrat yang harus segera dipenuhi.

Dibalik Propaganda Konsumerisme

Konsumerisme yang kini menjadi paham umum diterima masyarakat, membuat masyarakat dipenuhi segala hasrat yang cukup banyak lagi rumit. Segala standar kebahagiaan disandarkan pada terpenuhinya kelimpahan materi, kemewahan, pencapaian, pengakuan dan kedudukan. Akibatnya masyarakat berjuang sekeras-kerasnya demi memenuhi hasratnya, walau kesehatan dan hubungan harmonis antara sesama manusia menjadi dikorbankan. Yang tadinya sehat, menjadi sakit-sakitan. Yang tadinya akrab dan bersahabat, menjadi bermusuh-musuhan dan saling menjatuhkan. Semua demi standar kebahagiaan yang dituju masyarakat akibat selalu disuguhkan pemandangan standar bahagia menurut orang yang berpengaruh dalam hidupnya.

Apa yang terjadi setelahnya? Masyarakat malah terjebak dalam utopia yang seakan tak pernah tercapai. Fenomena inilah yang benar digambarkan Al-Qur'an perihal Hubbuddunya (Gila Dunia). Semua fokus pikiran kita difokuskan pada imajinasi dunia yang kita dambakan, dimana hasrat-hasrat kita terpenuhi seluruhnya. Akibatnya kita melupakan diri kita untuk mengingat Tuhan, yang padahal dengan mengingat Tuhan itu menumbuhkan kesadaran kita untuk menghadapi dunia. Kesadaran lenyap, timbullah gila dunia, seakan kita hidup di dunia untuk selamanya, sampai tidak mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

Perlunya Kebijakan Negara yang merubah Paradigma Masyarakat

Perilaku Konsumerisme tentunya berujung pada penghabisan sumber daya, walau secara keuangan negara memang ada potensi surplus melalui pemasukan pajak yang dibebankan negara dalam setiap transaksinya. Tidak perlu menyalahkan siapapun, karena di Era Konsumerisme ini kita sedang mempersiapkan diri menuju Era Kebahagiaan, tepatnya di Tahun 2025 dengan syarat kita mendapati Pemimpin Negara yang dapat merealisasikan kebijakan negara yang akan segera kita bahas.

Kita sejatinya dapat berbahagia sampai wafat menjelang, jika sudah tidak ada hasrat hasrat lagi yang menguasai, mengapa? Karena kita merasa puas dan cukup atas apa yang kita miliki dalam hidup. Inilah kuncinya.

Nah bagaimana metode demi meniadakan hasrat hasrat berlebih yang tidak pernah puas tersebut?

Yakni perlunya Kesadaran.

Kesadaran paling efektif diperoleh dengan mengucap Nama Suci Tuhan dengan penuh keyakinan yang mantap, karena dirasakan kebermanfaatannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline