Lihat ke Halaman Asli

Ria Fachria

Menulis, menghargai diri dalam kata

Buanglah Marah Pada Tempatnya

Diperbarui: 12 Januari 2021   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: pixel

Ada kisah tentang seorang anak yang pemarah. Ayahnya prihatin dengan ulah anaknya yang suka merusak benda-benda ketika marahnya kumat.

Sang ayah berpikir keras, bagaimana menyembuhkan sang anak dari wataknya tersebut. 

Hingga suatu ketika, sang ayah meminta sang anak memukulkan paku pada tembok belakang rumahnya ketika marah. Dan dalam sebulan, tembok itupun sudah dipenuhi dengan paku. 

Sang ayah pun meminta si anak agar mencabut paku itu satu persatu. Setelah paku tersebut bersih, sang ayah memperlihatkan dinding yang penuh lubang paku kepada si anak. 

"Kamu lihatkan bekas paku di dinding tersebut? Apakah dia tampak indah? " tanyanya pada si anak. 

"Tentu saja tidak ayah, " jawab si anak dengan sedih. 

"Bagaimana kalau kita tambal kembali dindingnya? "ajak ayah pula. 

Merekapun sibuk menambal lumbang dinding dengan adukan semen dan pasir. 

Ketika sudah selesai, sang ayah memperlihatkan kembali dinding tersebut pada sia anak. "Bagaimana menurutmu?  Apakah tampak indah? "

Si anak nampak termenung dan menyadari bahwa dinding tersebut sudah tak seindah semula, saat belum ada bekas paku. 

Memang kalau lagi emosi. Sangat enak sekali langsung mengumbarnya tanpa mempedulikan hasilnya. Tinggal marah saja, apanya yang susah. Setelah itu hati kita jadi lega. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline