Lihat ke Halaman Asli

Up-to-date + Cerdas = Keren

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(klik & like or tweet this link if u like my article) Jika ada pertanyaan, kamu lebih sering baca berita dimana? Secara umum, pasti banyak yang jawab, “Di internet lah, hari gini!” Okay, di jaman yang semakin maju ini banyak orang menjadikan media online sebagai sumber berita utamanya. Fenomena ini terjadi bukan hanya pada golongan muda yang notabene-nya kurang suka membaca berita, namun juga pada para pelanggan media massa konvensional – media yang telah lebih dulu berjaya. Alasannya jelas, semakin mudahnya mengakses media online melalui apa saja, kapan saja,  dan dimana saja. Namun banyak hal yang perlu kita sadari, kemudahan yang didapatkan dalam mengakses berita di media online tidak hanya memberikan segudang manfaat, tapi juga beberapa hal negatif yang mesti kita waspadai. Nah, karena itu lah guys kita harus menjadi khalayak yang cerdas, tidak hanya sekedar up-to-date. Teman-teman mungkin bingung jika saya hanya menyuruh, “Jadi pembaca berita itu harus cerdas ya!” Tapi tidak dijelaskan cerdasnya bagaimana. Yang seperti itu sih kalau kata customer saya, “ambigu!” Atau umumnya dibilang, “Nggak jelas!” hehehe Well, saya perlu menjelaskan sesuatu dulu agar teman-teman lebih paham. Sesuatu yang saya maksud ini adalah beberapa hal mengenai media online, artikel berita, dan hubungan keduanya. Ada apa dengan mereka? Mereka adalah salah satu pembentuk kepribadian kita. Dari mereka kita mengetahui berbagai nilai, berpresepsi terhadap sesuatu, dan mengetahui seluruh isi dunia ini. Jadi, sebagai pribadi yang kuat, kita harus cerdas untuk mengadopsi nilai-nilai yang mereka berikan dan sikap yang mereka arahkan. Tentu saja nilai-nilai tersebut adalah nilai yang luhur dan sesuai kepribadian bangsa kita, guys. So, kenali dulu mereka dan pahami bagaimana kita harus menanggapinya. Media Online Sangat Cepat Mempublish Artikel Berita, Tapi Akurat Kah? Kecepatan dalam menyebarkan informasi adalah salah satu alasan yang membuat media online menjadi primadona. Contohnya ketika beberapa daerah di Sumatera mengalami gempa, dalam hitungan menit media online telah memuat berita tersebut. Bukan hanya orang-orang di Indonesia, namun seluruh dunia seketika mengetahui bahwa Sumatera dilanda gempa.  Kemudian do’a dan bantuan pun segera dikerahkan. Kalau kita cermati, sebenarnya radio dan TV pun memiliki kemampuan menyiarkan berita dengan cepat, namun media online tetap lebih unggul karena arus informasinya tidak harus terpotong oleh iklan atau program acara lain. Sehingga perkembangan berita tersebut dapat terus-menerus dilaporkan. Ditambah lagi adanya fasilitas tanggapan yang membuat pembaca berita satu sama lain dapat saling berkomunikasi. Ya, memang benar artikel berita sangat cepat dibuat kemudian dipublish. Namun sebagai orang yang melek teknologi dan informasi, banyak hal yang perlu kita kritisi. Dalam hal ini, kita perlu mengetahui, apakah berita yang dipublish dengan cepat itu akurat? Sebagai contoh, berita-berita yang muncul ketika sedang terjadi bentrokan antara mahasiswa Universitas YAI yang melakukan demo kenaikan BBM dengan aparat polisi, akhir Maret lalu. Saat itu, beredar kabar bahwa ada korban meninggal akibat bentrokan. Banyak pengguna sosial media pun langsung menyoroti hal tersebut. Mereka mengecam bentrokan yang sedang terjadi dan memaki-maki aparat polisi yang terlibat. Suasana sosial media pun mungkin tak kalah panas dengan suasana di tempat kejadian tersebut. Namun, akhirnya pihak Universitas YAI melalui account twitter @StandUp_YAI mengklarifikasi bahwa memang ada korban tembak, namun berita adanya korban meninggal itu bohong. Beberapa media online lain pun kemudian menyatakan tidak menemukan korban meninggal hingga bentrokan berhasil diatasi. Sampai saat ini saya sendiri belum mengetahui siapa yang sebenarnya menyebarkan berita bohong yang membuat keadaan saat itu semakin mencekam. Saya cari di mbah Google pun tidak ketemu. Hanya disebutkan kemungkinan awal penyebaran dilakukan di SMS kemudian ramai dibicarakan di sosial media. Namun beberapa pengguna sosial media menyebutkan bahwa ada portal news yang menginformasikan berita tersebut. Ya saya juga belum tahu pasti, kemungkinannya memang antara portal news atau pengguna social media (Citizen Journalism). Siapapun penyebar berita bohong itu, kemungkinan-kemungkinan buruk dapat terjadi sebagai akibatnya. Tahu kan demo besar-besaran di Mesir itu diawali dari gerakan di media sosial? Ya, itu kemungkinan terburuknya. Mungkin jika tidak segera diklarifikasi bahwa berita kematian mahasiswa YAI itu bohong, akan ada gerakan dari pengguna sosial media yang akhirnya ikut memperbesar bentrokan yang sedang terjadi. Intinya apa? Guys, sekali lagi intinya adalah kita harus cerdas, jangan langsung percaya terhadap suatu berita, khususnya yang mengandung unsur provokasi. Kita harus mengetahui kebenaran suatu berita sebelum kita mengambil sikap, apalagi untuk mengambil tindakan. Internet adalah rimba yang sangat luas dan bebas sehingga kita mudah tersesat. Lalu bagaimana? Beberapa media massa konvensional telah membuka lapaknya di media online, ini adalah cara mereka mempertahankan eksistensi, dan mereka lah yang sebaiknya kita jadikan referensi (portal news). Setidaknya mereka sudah cukup kredibel dalam bidang jurnalisme. Jadi jika ada sebuah hoax atau berita provokasi, cari dulu referensi dari media online yang kredibel. Ingat, jangan langsung percaya! Biasanya jika mereka pun melakukan kesalahan dalam memberikan informasi, mereka akan melakukan klarifikasi, agar khalayak tetap percaya pada mereka. Setiap Artikel Berita Mempunyai Sudut Pandang Berbeda, Kita Jangan Hanya Ikut-Ikutan! Informasi sudah menjadi makanan sehari-hari kamu? Kalau iya, bagian ini pun tidak kalah penting untuk diketahui! Guys, coba ingat! Berapa panjang sih artikel yang dimuat media massa? Jika kita pikir secara logis, apa satu lembar artikel cukup menjelaskan sebuah peristiwa yang telah atau sedang terjadi secara rinci? Apa mampu membuat orang mengerti dan memiliki persepsi yang sama? Pada dasarnya berita dibuat dengan prinsip 5W + 1H. Ini adalah syarat wajib kelengkapan yang harus dipenuhi sebuah berita. Berita pun harus akurat, artinya harus sesuai dengan fakta yang ada dan tidak boleh mengada-ada, karena berita adalah representasi dari kenyataan. Tapi dari sudut pandang Ilmu Komunikasi, berita disebut sebagai konstruksi dari realitas, bukan refleksi realitas itu sendiri. Nah loh, kata-katanya mulai tinggi banget, hehehe Gini guys, meskipun sebuah berita mengandung 5W + 1H (ngerti dong ini apaan!), tapi berita biasanya mengambil satu atau beberapa dari unsur tersebut yang ditonjolkan. Misalnya berita tentang gempa yang terjadi di Sumatera, hampir semua media memberikan informasi tentang berita tersebut. Tapi coba perhatikan! Suatu media bisa jadi membahas mengenai berapa kali gempa terjadi, berapa kekuatan gempa tersebut, serta apakah berpotensi tsunami. Sementara media lain menginformasikan berapa jumlah korban, bagaimana keadaan korban, dan sebagainya. Jadi, setiap media memiliki sudut pandang masing-masing dalam mempublish berita. Ini lah mengapa berita itu disebut sebagai konstruksi realitas. Karena berita dibuat melalui proses konstruksi: pemilihan kata, sumber, gambar, sudut pandang, dan sebagainya. Oleh karena itu, berita satu dengan lainnya memiliki nilai berbeda dan akan membentuk presepsi kita dengan berbeda pula. Jadi apa? Kita harus membaca berita dengan tema yang sama di beberapa sumber agar kita lebih tahu secara rinci. Coba ingat-ingat! Pernah kah teman-teman membaca sepotong berita mengenai seseorang, kemudian jadi tidak suka dengan orang itu. Namun, setelah membaca tema berita yang sama tapi dengan penjelasan lebih lengkap, teman-teman jadi bersikap netral atau bahkan simpatik pada orang di berita tersebut. Pernah? Contohnya terjadi di minggu lalu, yaitu minggu terakhir di bulan April 2012. Hayo... berita tentang siapa? Yup! Berita tentang Justin Bieber yang menyebut Indonesia sebagai negeri antah-berantah dan Pak Boediono, Wakil Presiden RI, yang mempermasalahkan volume suara pengeras adzan. Siapa yang tahu berita ini tunjuk tangan...! Dua berita ini ramai diperbincangkan di media online. Reaksi negatif pun berdatangan di ruang tanggapan di bawah berita tersebut. Ya, sepertinya hanya fans berat Justin Bieber dan orang yang sangat menyadari kekurangan Indonesia saja yang bersikap membela atau netral, hehehe Tapi coba teman-teman cari tahu lebih jauh, sebenarnya apa sih yang dikatakan Justin Bieber dalam bahasa Inggris itu, bagaimana suasana acara peluncuran albumnya saat itu, dan apa yang pembawa acaranya tanyakan padanya. Saya yakin teman-teman akan lebih mengerti dan dapat mengambil sikap yang tepat atas pemberitaan tersebut. Sayangnya, di situs Youtube yang memasang video pemberitaan tentang kata-kata Justin Bieber, saya membaca komentar orang Indonesia dengan bahasa Inggris yang kasar, balik menghina Justin Bieber. Padahal orang-orang dari negara lain membaca dan ikut berkomentar di situ, baik bersikap netral, membela sang idola, atau jadi berpikiran buruk terhadap orang Indonesia. Sayang sekali! Ini cerdas tidak? Kembali ke tentang pemberitaan awal. Mengapa banyak orang yang terpancing emosi? Karena beberapa media online memberi judul artikel beritanya “Justin Bieber Sebut Indonesia Negara Antah Berantah”. Dari judul beritanya saja sudah waah... bukan! Ini konstruksi realitas lho! Media sudah menggiring khalayak menuju sebuah sikap. Hal yang sama pun terjadi pada pemberitaan Pak Budiono. Awalnya media online menulis judul artikel berita “Wapres Boediono Minta Pengeras Adzan Agar Diatur”. Tentu saja ini sangat sensitif karena berkaitan dengan persoalan agama. Kemudian media terus mempublish tanggapan negatif dari tokoh atau organisasi tertentu yang semakin memojokkan Pak Wapres. Dan coba deh cek, setelah itu muncul lah media online yang memuat teks pidato Pak Wapres itu sebenarnya. Isinya bukan Cuma tentang pengeras adzan, tapi himbauan baik lainnya. Guys, karena setiap media punya tujuannya sendiri dan cara pandang tersendiri, makanya kita sebagai khalayak jangan mudah percaya dan harus cerdas. Media itu butuh khalayak, kalau beritanya tidak laku, ya bangkrut lah, oleh karena itu beritanya harus punya nilai (news value) agar mampu menarik perhatian. Apalagi, sekarang ini sudah menjadi rahasia umum kalau ada beberapa media yang identik dengan partai politik tertentu. Ssttt... hehe Up-to-Date + Cerdas = Keren Jadi sudah cukup mengerti dong pastinya kenapa kita harus cerdas sebagai khalayak? Sudah tahu juga kan harus cerdas yang bagaimana saja? Yup, jangan mudah terprovokasi terhadap hal-hal yang menimbulkan perpecahan. Kita ini negara yang sangat plural, sangat berbeda-beda, tapi harus ingat Bhinneka Tunggal Ika. Kemajuan teknologi membuat kita sangat mudah menjumpai orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Dan itu artinya apa? Semuanya jadi bias. Segala macam kebudayaan, gaya hidup, bahasa, adat, dan lainnya dapat kita temui di internet. Jangan sampai budaya asli & nilai-nilai luhur yang kita punya menjadi hilang. Setelah lulus SMK tahun 2010 saya memiliki akses internet yang lebih banyak, dari situ lah saya mulai mengamati media online (karena saya kuliah di bidang komunikasi juga). Berdasarkan pengamatan saya tersebut, masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap pemberitaan yang berkenaan dengan agama. Coba teman-teman cek sendiri, setiap ada berita seperti itu, contohnya tentang Pak Boediyono tadi, banyak orang memberikan komentarnya. Kata-kata dari semua komentar tersebut sangat tidak pantas dibaca. Mereka saling menghina agama lain dan membanggakan agama yang dipercayainya. Padahal katanya bangsa Indonesia itu bangsa yang sangat toleran. Hmmm... Jadi guys, pergunakan teknologi yang selalu berkembang ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai malah membuat perpecahan dan pertengkaran yang nantinya akan merugikan diri kita sendiri. Perlihatkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang santun dan bertoleransi tinggi, sejak dulu hingga saat ini. Ingat ya! Selain harus melek teknologi dan informasi (up-to-date), kita juga harus cerdas lho.. Ambil lah nilai yang baik dari media online dan jangan mudah diprovokasi. Kalau sudah up-to-date dan cerdas artinya.. KEREEEENNNNN!!!!! Ok, guys.. Semoga bermanfaat. Salam semangat slalu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline