Lihat ke Halaman Asli

RIA ANISA

Pembelajar

Lawan Joki Dengan Demokrasi

Diperbarui: 2 Maret 2023   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kampus diamanati sebagai benteng kebenaran, candradimuka kelahiran penerus bangsa dan tempat perkembangbiakan ilmu pengetahuan. Sedangkan karya ilmiah dijadikan pelambangan intelektualitas seseorang dalam dunia akademik. Kewajiban atas karya ilmiah baik itu bagi dosen maupun mahasiswa, dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab sebagai peluang cuan melalui perjokian karya ilmiah. Perjokian dulu menggurita di proses administrasi pemerintahan, kita merambah pada dunia akademik. Sesungguhnya, perjokian ini bukan "penyakit" karya Ilmiah yang pertama. Jauh sebelum ini telah dulu dibasmi jurnal predator, jurnal yang menawarkan publikasi dengan nominal tertentu. Biaya yang dipatok tidak murah, tapi apalah demi kewajiban banyak yang mengambil jalan pintas ini. Jurnal predator sukses tumbuh subur, menjamur hingga proses bredel dan lahirnya sistem sitasi jurnal, Rama Sinta.

Rupanya, pihak tak bertanggung jawab tidak menyerah, joki dipilih menjadi jalan ninja baru mendapatkan cuan. Berkedok jasa edit, jasa pelatihan iklan joki berseliweran di media sosial maupun laman-laman website. Iklan-iklan itu tidak dilarang, masih saja mudah dijumpai. Sulitnya menembus jurnal bereputasi dan kemudahan yang ditawarkan membuat jasa-jasa joki ini menjamur.

Salah siapa? Apakah salah para dosen yang terlalu banyak memberikan penugasan karya ilmiah tanpa memperhatikan kemampuan mahasiswa yang rendah literasi? Tentu saja ada multi faktor yang mempengaruhi masifnya perjokian ini terjadi. Menyalakan satu cahaya lilin tentu lebih baik daripada memaki kegelapan. Tentu, perlawanan ini harus dilakukan secara kolektif dan dimulai dari diri sendiri. Bagi para mahasiswa, tentu faktor literasi adalah hal utama yang perlu dibangun untuk melawan perjokian karya ilmiah. Rendahnya kesadaran literasi akan menjadi lahan subur menjamurnya perjokian ilmiah. Namun ada fakta yang menyebutkan bahwa perjokian juga terjadi di kalangan oknum dosen yang notabene memiliki kesadaran literasi tinggi. Mengapa bisa? Belakangan berita ini sungguh meresahkan kalangan tenaga pengajar. Nila setitik rusak susu sebelanga. Tak menampik, tenaga pengajar yang lainnya pun ikut merasakan getir dampak sorotan itu. Usut berita beredar perjokian itu dimaksudkan oleh oknum guna melancarkan proses administrasi jabatan fungsional. Ini sekaligus menjadi antithesis bahwa perjokian tidak hanya terjadi akibat rendahnya kesadaran literasi namun juga faktor kemurnian dan kejujuran hati.

Bagaimana peran masyarakat luas dan pemerintah? Gerakan kolektif masyarakat luas untuk banned iklan perjokian dan ancaman pidana bagi joki tentu akan sangat membantu proses perlawanan terhadap perjokian ini lebih cepat. Plagiat dan perjokian adalah musuh bersama kaum cendekia, Gerakan literasi dan kejujuran harus terus digalakkan untuk membumi hanguskan sistem perjokian. Sejatinya ilmu bukan saja alat mendapatkan gelar kependidikan, namun juga keberkahan ilmu dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline