Awalnya kita hanya teman biasa. Yang tidak lebih dari sekedar mengobrol lalu melenggang pergi entah kemana. Semenjak kamu menghilang lama karena penyakit langka, tiba-tiba aku merasa kangen kamu. Seketika, aku sering memimpikanmu. Seketika pula kamu sering muncul sekejap dalam pantulan cerminku.
Seolah dunia memuntahkan kembali kata-kata yang pernah kubuat. Ketika aku menyalak tidak akan pernah menaruh hati pada laki-laki yang lebih muda dariku. Sekali pun! Sontak aku merasa malu, ketika menyadari diriku jatuh hati padamu.
Seorang laki-laki berambut ikal berwarna hitam, dengan kulit sawo matang, dan memiliki segudang talenta. Aku terpagut kelihaian tanganmu memainkan instrumen piano. Aku terkesima ketika melihat jemarimu menari di atas kanvas.
Kamu pribadi unik. Jarang kutemui. Kamu lebih dewasa dari yang kuduga. Pemikiranmu jauh melampaui usiamu yang sesungguhnya.
Aku tak mau melepasmu begitu saja. Ketika mengetahui tubuhmu semakin tergerogoti, aku semakin ingin meluangkan waktu bersama, berduet sebuah lagu, barang 5 menit saja. Aku takut kehilanganmu. Tiap hari aku berdoa demi kesembuhanmu.
Aku menunjukkan kasih sayangku melebihi hubungan antara kakak perempuan dan adik laki-laki. Kadang aku merasa gengsi ketika jalan denganmu. Kamu lebih muda dariku. Apa kata sekeliling kita?
Banyak yang mempertanyakan, bagaimana aku bisa menjalin hubungan denganmu sampai besok? Mau makan apa anak kita nanti kalau bapaknya saja sakit-sakitan dan tidak bisa diharapkan?
Aku muak mendengar spekulasi orang-orang. Mereka sok tahu. Mereka tidak tahu apa itu cinta. Apa iya pasangan itu laki-lakinya harus lebih tua daripada perempuan? Aku yakin, sesuatu yang terpaut diantara kita hanyalah sebuah angka yang berujung pada ilusi. Biarlah waktu yang menjawab …..
Jogja, 20 Februari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H