Tahun 2020 merupakan tahun terberat bagi umat manusia karena adanya pandemi COVID19 yang memakan jutaan korban jiwa di seluruh dunia. Pandemi ini turut melumpuhkan perekonomian berbagai negara akibat kebijakan karantina kesehatan demi membatasi penularan virus COVID19. Di tengah ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi ini, selain berimbas pada kesehatan fisik, salah satu dampak nyata yang dirasakan adalah ancaman terhadap kesehatan mental individu sebagai akibat berbagai perubahan pola hidup dan adaptasi yang cukup ekstrim dalam berkegiatan sehari-hari, isolasi, situasi finansial yang memburuk karena kehilangan pendapatan, ketakutan dan stress yang muncul akibat pandemi, serta berbagai faktor lainnya (WHO, 2020).
Di Indonesia, pandemi COVID19 memberikan dampak yang cukup luas kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Dari sisi perekonomian, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pandemi COVID19 membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus dan berada di jurang resesi yang ditunjukkan melalui produk domestic bruto (PDB) yang terkontraksi minus 3,49 persen di kuartal III tahun 2020 (Tribun Bisnis, 2020). Bahkan Menteri Keuangan RI menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia di kuartal II tahun 2020 minus 5,32 persen sehingga dapat dikategorikan sebagai resesi (Kompas, 2020). Dengan situasi perekonomian secara global maupun nasional yang mengalami kontraksi, tentunya berimbas juga pada sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sebagai salah satu sektor yang paling terdampak akibat menurunnya permintaan dan daya beli masyarakat.
Di tengah tahun 2020 yang diliputi oleh ujian dan tantangan di berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam aspek kesehatan baik mental maupun fisik, dan aspek keuangan, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Wujud berbagi kebahagiaan ini memiliki makna dan manifestasi yang sangat luas, serta dapat disesuaikan dengan kondisi individu masing-masing.
Bagi saya pribadi, berbagi kebahagiaan ini diibaratkan sebagai pisau bermata dua, tentunya dalam konteks yang positif. Mengapa? Karena bagi saya, berbagi kebahagiaan merupakan wujud upaya menjaga kesehatan mental pribadi di tengah pandemi sekaligus sebagai kontribusi mempertahankan roda perekonomian para pelaku usaha kecil dan pemulihan ekonomi nasional, dengan membantu mengirimkan bahan persediaan makanan ke berbagai teman dan kerabat di perantauan selama masa pandemi, yang saya beli dari toko-toko kecil/UMKM.
Dalam ranah kesehatan mental, kebahagiaan merupakan salah satu faktor kunci sekaligus indikator sekuat/sebaik apa kesehatan mental seseorang. Seligman (2002) menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang tidak memiliki komponen perasaan sama sekali, sehingga definisi kebahagiaan adalah konsep yang sangat subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda yang mengacu pada kedamaian hidup secara lahir batin, emosi positif dan mental individu yang sehat (Jurnal Psikologi Islam Vol.5 No.1, 2018). Saya sendiri mendefinisikan kebahagiaan sebagai perasaan kepuasan mental/batiniah yang dirasakan oleh seseorang ketika ia dapat memberikan manfaat kepada sesama individu atau masyarakat secara luas.
Untuk menciptakan dan berbagi kebahagiaan, saya berupaya untuk tetap memberi manfaat kepada orang lain meskipun di situasi pandemi yang serba tidak pasti dan sulit bahkan bagi saya sendiri. Misalnya, pada awal pandemi dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Pemerintah, saya menghubungi beberapa rekan dan kerabat saya di luar kota yang memutuskan tidak pulang ke kampung halaman dan bertahan di perantauan.
Saya mengirimkan berbagai persediaan makanan yang tahan lama yang dapat dimanfaatkan oleh mereka ketika melaksanakan karantina mandiri dan mematuhi PSBB. Bantuan seperti itu cukup berarti karena mereka tidak perlu keluar rumah untuk membeli persediaan bahan makanan di tengah keterbatasan mobilitas dan ancaman penularan virus COVID19. Kemudian, saya bersama rekan-rekan menyantuni para pekerja informal yang terdampak pandemi dan kehilangan pekerjaan atau pendapatannya melalui afiliasi organisasi sosial yang kami miliki. Hal-hal tersebut secara tidak langsung berimplikasi positif kepada mental saya karena saya merasa bahagia dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain meskipun dalam langkah-langkah yang kecil.
Di sisi perekonomian, saya berupaya membeli bahan-bahan makanan tersebut di toko-toko kecil atau UMKM yang membuka layanan belanja daring (online shopping), dengan tujuan untuk turut membantu para pedagang/pengusaha kecil bertahan di tengah perekonomian yang terus memburuk di awal pandemi dan memutar roda perekonomian mereka.
Menurut saya, hal ini merupakan langkah konkrit yang paling memungkinkan bagi saya untuk memberi kebahagiaan kepada para pelaku usaha kecil. Jika dilihat dari perspektif makro, apa yang saya lakukan tersebut juga berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional di sektor UMKM. Dilansir dari data INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar membuat ruang gerak UMKM sangat terbatas dan pendapatannya menurun drastis (Kontan, 2020). Sektor UMKM sendiri berkontribusi besar terhada produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Pada tahun 2018, sektor UMKM menyumbang hingga Rp. 8.573,9 triliun dari total PDB sebesar Rp. 14.838,3 triliun, sehingga kontribusi UMKM tersebut mencapai 57,8% terhadap PDB nasional (Katadata, 2020). Lebih lanjut, UMKM juga turut memperkerjakan sebanyak 116.978.631 orang atau mencapai 97% dari total tenaga kerja Indonesia, dan secara keseluruhan UMKM memenuhi 99,99% (64.194.067) dari total unit usaha di Indonesia (Katadata, 2020). Dengan upaya membantu perekonomian sektor UMKM tetap berjalan, saya turut merasakan kebahagiaan bahwa dengan membeli produk-produk mereka, memberikan sedikit harapan dan peluang kepada para pelaku UMKM untuk bertahan secara finansial di tengah pandemi COVID19.
Tentunya, upaya berbagi kebahagiaan kepada teman dan kerabat di perantauan serta kepada sektor UMKM sebagaimana yang diuraikan di atas, tidak dapat dipisahkan dari peran strategis JNE dengan layanan pengiriman dan kurir-kurirnya yang berdedikasi untuk mengantarkan paket pengiriman ke seluruh Indonesia. Saya memilih layanan JNE untuk berbagi kebahagiaan di masa pandemi karena saya meyakini bahwa dengan JNE paket persediaan makanan yang saya beli akan tiba tepat waktu dan di alamat penerima yang tepat. Hal ini merupakan wujud kepercayaan saya kepada JNE sebagai penyedia jasa logistik sekaligus katalisator berbagi kebahagiaan di tengah kondisi yang sulit.