"Sama apa lagi kak?"
Dalam transaksi digital, tentu pebelanja tidak akan pernah mendengar pertanyaan ini karena komunikasi yang dilakukan melalui aplikasi belanja membatasi peluang untuk itu. Sebaliknya, pertanyaan ini sering terdengar dalam transaksi jual beli face-to-face. Biasanya pertanyaan semacam ini sering diutarakan sesaat setelah pengambilan keputusan barang/jasa mana yang akan dibeli atau sesaat sebelum melakukan pembayaran.
Dalam perspektif pemilik bisnis, pertanyaan persuasif ini adalah salah satu bagian dari SOP perusahaan yang tujuannya adalah untuk mendorong konsumen melakukan penambahan pembelian. Akan tetapi, dalam perspektif konsumen, pertanyaan "sama apa lagi?" seringkali cenderung menjadi terlalu agresif dan membosankan. Artikel ini hanya akan membahas pertanyaan "sama apa lagi?" dalam ranah kajian bahasa konsentrasi pragmatik, dengan topik bahasan strategi kesopanan yang terdiri atas 10 maksim dan bagaimana kajian ini bersinggunan dengan emotional marketing.
Teori Strategi Kesopanan
Dalam buku yang berjudul The Pragmatics of Politeness, Leech menambah maksim dari 6 menjadi 10 maksim. Berikut 10 maksim tersebut.
1. Maksim kedermawanan. Contoh "Silakan duduk dan diminum tehnya", "Kali ini saya yang bayar makannya", "Kapan-kapan mampirlah ke rumah kami."
2. Maksim kebijaksanaan. Contohnya "Saya boleh cicip sedikiiit saja?"
3. Maksim penerimaan. Contohnya "Gaunmu indah sekali", "Kebunmu sangat tertata rapi"
4. Maksim kerendahan hati. Contohnya "Duh, aku memang bodoh. Jadinya agak lola memahami pertanyaan itu."
5. Maksim kewajiban (memaksimalkan kewajiban diri pada orang lain). Contoh, "mohon maaf", "terima kasih banyak."
6. Maksim kewajiban (meminimalkan penghargaan atas kewajiban orang lain terhadap diri sendiri). Contoh, "Tidak apa apa", "sama sama"