Lihat ke Halaman Asli

Ruli Hapsari

Ibu rumah tangga biasa yang mencoba menjadi ibu luar biasa untuk anak.

Kancil Bukan Anak Nakal

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebelumnya, nyanyi dulu yuk…..

“Si kancil anak nakal, suka mencuri ketimun, ayo lekas dikurung, jangan diberi ampun…

Ketika lagu ini didendangkan, anak-anak kecil merasa senang saja dan tidak ada masalah dengannya. Bagi orang dewasa, terutama saya, lagu ini bermasalah. Perhatikan liriknya dengan cermat. Si kancil anak nakal… si kancil adalah seorang anak? Bukankah kancil adalah seekor hewan mamalia berkaki empat? Kecuali yang kancil yang dimaksud di sini adalah nama seorang anak. Jadi masalah yang pertama adalah apakah kancil ini hewan atau nama seorang anak?

Lirik selanjutnya. Suka mencuri ketimun, ayo lekas dikurung, jangan diberi ampun. Mengapa harus bersikap beringas? Bukankah negara ini menganut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)? Bahwa meskipun tertangkap basah mencuri, si pelaku tetap dinyatakan belum bersalah sebelum pengadilan menjatuhkan vonis bersalah. Dengan demikian, bersalah atau tidaknya si pelaku harus dibuktikan di ruang pengadilan dengan segala kelengkapan bukti dan saksi. Jadi, lagu itu seperti mengajarkan anak-anak untuk main hakim sendiri. Kekerasan. Ketahuan maling… HAK DESS!! jangan kasih ampun!. Ini masalah kedua.

Masalah yang ke tiga adalah ada fakta yang keliru dalam lagu si kancil. Menurut penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa S3 di IPB, kancil yang bernama latin tragulus javanicus ini ternyata tidak menyukai ketimun. Penelitian yang dilakukan mahasiswa S3 itu membuktikan bahwa selama tersedia jenis makanan yang disukai, hewan herbivora ini tidak akan memilih mentimun karena mentimun relatif keras dan memiliki bau yang kurang disukai. (Untuk informasi lebih lanjut tentang pakan kancil, dapat dicari sendiri ^^). Dari tiga masalah itu, disimpulkan bahwa lagu si kancil tidak mengandung nilai-nilai yang baik bagi anak. (duh mohon maaf pada pengarang lagunya L ).

Lagu memang sebaiknya mengandung nilai-nilai yang positif. Lagu dengan segmentasi anak-anak sejatinya selaras dengan keadaan anak-anak dan sekaligus mempunyai daya untuk membentuk karakter baik. Kita sebagai orangtua harus kritis terhadap berbagai instrumen hiburan bagi anak-anak. Sepele memang…cuma lagu, hal fantasi yang sifatnya menghibur. Tetapi, manakala kita mendapati hiburan itu cenderung bersifat destruktif terhadap sikap mental anak, kita harus melakukan sesuatu. Contoh lain, lagu nina bobok. Coba cermati lagu pengantar tidur itu. kalau tidak bobok, digigit nyamuk. Kalau diwujudkan dalam perintah, akan menjadi seperti ini ayo bobok, cepetan bobok, kalau nggak bobok, ntar digigit nyamuk lho. Mengapa untuk tidur saja, anak harus diancam lebih dulu? Menurut hukum sebab akibat pun, lirik itu tidak memuat logika yang benar karena nyamuk bisa menggigit siapa saja, baik yang sudah bobok ataupun yang belum bobok. Maka kita bisa mengganti liriknya dengan kalau tidak bobok nanti mengantuk.

Jadi, kita sebagai orangtua harus bijak dan cerdas dalam memperkenalkan lagu pada anak-anak kita. Kita bisa mengubah lirik-lirik lagu yang sekiranya kurang mendidik. Jika si anak terlanjur mendengar lirik aslinya, perlu diberi pengertian sesuai dengan bahasa anak sambil diperkenalkan lirik yang sudah digubah. Terakhir, mari kita bernyanyi bersama dengan nada lagu si kancil

si kancil hewan pintar

pintar pilih makanannya

lari ke sana kemari

selalu riang hati




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline