Pada dasarnya manusia lahir di dunia sudah dibekali oleh Sang Pencipta, sifat alami manusia diantaranya kemampuan untuk bertahan hidup melalui insting, pikiran dan tindakan. Alam sebagai pembelajaran bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan sementara yang pada saat perkembangannya dibuktikan melalui hipotesis dan pengujian-pengujian. Alam disediakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai ruang eksplorasi pengetahuan baik secara visual dan bunyi-bunyian.
Sifat manusia ketika teknologi masih sangat primitif adalah mendokumentasikan gambar di dinding gua, memproduksi alat bersenjata sederhana, pahatan , menulis di daun, batu dll. Sifat dasar manusia yang secara naluri mempunyai kecenderungan berfikir praktis kalau boleh dibilang tergesa-gesa dan keinginan segera mengkomunikasikan ide dan pikiran kepada sesama karena mereka menganggap telah bereksplorasi secara maksimal.
Sadar atau tidak kita sering mendengar pernyataan saya belajar otodidak, artinya melalui pengamatan, berlatih sendiri dan bereksplorasi. Memang hasil nya bisa sangat membuat kagum, hanya individu itu sendiri yang mengetahui apakah hasil latihan atau hasil belajarnya bisa ditiru oleh orang lain, karena kembali lagi daya serap untuk mencerna latihan dan metode yang dipakai belum teruji secara massal. Seorang Pendidik tidak bisa memaksakan ide /konsep pengetahuannya kepada siswa, karena kita tahu banyak faktor yaitu kecerdasan, daya serap, konsentrasi, minat dan lingkungan yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya pengetahuan/ materi dapat dicerna oleh siswa. Oleh karena itu dibutuhkan kombinasi metode dan pendekatan yang bervariatif agar siswa paham dan merasa tidak sedang diceramahi.
Manusia itu unik, dinamis dan kompleks dengan segala problem yang menyertainya, tetapi secara umum pengetahuan manusia mengenal lingkungan dan hewan mempunyai keseragaman pikiran untuk mengidentifikasi dari nama,bentuk dan suara binatang di sekitar. Siapa yang berani menyanggah bahwa ketika disebut kata harimau yang terlintas dipikiran adalah dengan bentuk dari mulai kepala sampai ekor nya kita bisa diidentifikasi yaitu binatang buas dan bergigi tajam dll, dan ini adalah kesepakatan dalam penyebutan nama dan saya pikir tidak ada yang menyanggahnya, kecuali Penulis pernah mendengar seorang Pidi Baiq memberi nama kucing peliharaannya menjadi anjing siapapun yang mendengar pernyataannya akan tersenyum karena yang berusaha disampaikan beliau adalah pola pikir out of the box dan ini tidak melanggar undang-undang wong kucingnya saja tidak protes hehehe.....kembali ke topik yaitu manusia / siswa mempunyai latar belakang dan kecerdasan yang berbeda-beda. Apakah mentransfer pengetahuan bisa diseragamkan untuk seluruh siswa di dalam kelas? artinya menyeragamkan pola pikir atau konsep yang di sepakati bersama dalam hal ini pengajaran materi musik.
Apa hubungannya gambar dengan pembelajaran musik ? bukankah sudah ada simbol yang kita kenal selama ini , simbol not balok yang sering oleh masyarakat awam disebut sebagai gambar toge. Gambar lebih cepat dicerna siswa dibandingkan dengan simbol, sandi dll. Mari kita fokuskan pada gambar manusia , binatang, bangunan sedangkan simbol lebih memiliki lebih dari 1 makna. Ketika siswa merasa tidak mampu memahami teori nilai not karena penjelasan dari guru terlalu teoritis maka pemahaman tidak tercapai akhirnya siswa jenuh. Teori nilai not/ harga nilai not lebih mudah dipahami apabila Pendidik mampu mengkorelasikan dengan kehidupan nyata siswa atau mempunyai relevansi dengan kepentingan siswa. Ambil contoh gambar hewan dengan cara hewan tersebut berjalan misalnya cara berjalan kelinci itu melompat ini bisa dikaitkan dengan nama not 1/4 yang dalam teorinya mempunyai durasi 1 ketuk, durasi ini bisa kita atur kesepakatannya dengan siswa bahwa kelinci melompat ada durasi sekian detik demikian juga dengan gambar harimau berlari bisa kita asosiasikan dengan nilai not yang sesuai dengan tempo / durasi . Artinya gambar / foto bisa membantu dalam pembelajaran teori-teori dalam musik sehingga siswa paham karena sebuah gambar hewan sudah dikenal/ sudah tertanam lama di alam pikiran siswa baik itu cara berjalan atau cara berlarinya.
Kesimpulannya adalah pendekatan sederhana obyek gambar akan membantu siswa untuk lebih paham pembelajaran musik dan ini akan berjalan menyenangkan karena semua siswa akan terlibat dalam proses belajar.Dan alat peraga berupa gambar sangat membantu siswa dalam memahami teori dengan lebih baik. Bukankah manusia di jaman kuno meninggalkan gambar-gambar di gua sebagai komunikasi atau penghubung kepada generasi setelahnya ditambah ada unsur teknologi yang menyertainya yaitu gambar tersebut tidak terhapus dalam kurun waktu yang lama. Pendekatan alat peraga seperti ini pasti ada celah kekurangannya, sekali lagi perlu diingat mengkombinasikan berbagai model pembelajaran dan alat peraga akan menambah wawasan kita serta`melahirkan terobosan-terobosan baru sehingga akan memaksimalkan konsep berfikir siswa menjadi lebih baik. Terima kasih, Merdeka!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H