Lihat ke Halaman Asli

Pilkada, Antara Harta dan Tahta

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

seorang teman mengatakan kalau si calon ANU yang terpilih dalam pilkada di daerah ANU telah menghabiskan dana 11 milyar mulai dari tahapan penjaringan bakal calon sampai malam midodareni yang diikuti dengan 'serangan fajar'.

teman ini juga mengatakan kalau si calon tersebut kemungkinan masih harus merogoh kantong lebih dalam atau mencari utang baru kalau duitnya sudah habis.

kenapa?
masih kata teman ini, sekarang team sukses si calon ANU sedang giat-giat dan bersemangat untuk menagih janji atas kerja-kerasnya membantu pemenangan dalam pilkada tersebut. kelompok-kelompok ormas ataupun pribadi yang terlibat dalam team sukses merasa berjasa dan mereka ingin sedikit uang lelah dan/atau uang penghapus lelah dengan mengadakan pentas seni hiburan dan pesta untuk merayakan kemenangan 'sang pemimpin baru'.

jadi, kemungkinan angka 11 milyar tersebut bukan pengeluaran final dalam proses pilkada di daerah ANU. masih banyak biaya-biaya ikutan yang harus dibayar baik secara kontan ataupun kredit.

saat mendengar kabar itu, saya yang seumur-umur belum pernah melihat uang milyaran jadi bingung dan geleng-geleng kepala.

kenapa mereka mau jadi 'sang pemimpin baru'? apa yang mereka cari?

saya jadi ingat kata-kata seorang sesepuh yaitu harta dan tahta adalah dua sisi mata uang yang saling berdekatan dan berhubungan akrab sekali.
kata sesepuh itu, sesorang akan berusaha mendapatkan harta dan tahta dalam hidup yang singkat ini. kadang-kadang, bagi sebagian orang, halal atau haram itu nomor kesekian yang penting harta dan tahta bisa dibawa pulang dan ujung-ujungnya berakhir dengan mendapatkan wanita.

seseorang yang punya harta segudang akan mencoba keberuntungannya untuk mendapatkan tahta apalagi sekarang jamannya pemilihan langsung yang berdasarkan suara terbanyak. masalah kualitas menjadi nomor buncit dibandingkan dengan popularitas di mata rakyat pemilih.

seseorang yang sudah merasa kaya raya ingin menorehkan sejarah hidupnya dengan menjadi seorang pemimpin di daerah asalnya. jadi, mereka berharap namanya akan dikenang sebagai orang yang pernah memimpin di daerahnya dan kenangan ini akan bertahan sampai akhir masa selama daerah tersebut masih tetap berdiri.

bagi sekelompok orang, harta gampang dicari apabila tahta sudah diduduki. soal uang yang sudah keluar sebagai 'modal perjuangan' masih bisa dicari kalau tahta bisa dikuasai. ini hanya masalah waktu saja untuk mengembalikan uang modal, ibaratnya sekedar memindahkan uang dari saku kiri ke saku kanan dan sisanya bisa ditaruh di saku teman atau keluarga.

balik modal plus keuntungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline