Lihat ke Halaman Asli

Memilih Tuhan atau Memilih Presiden?

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memilih Tuhan atau Memilih Presiden?

Momentum Pilpres yang sebentar lagi, ternyata  membuat animo masyarakat Indonesia secara ‘blak-blakan’ menyatakan dukungannya politiknya kepada salah satu calon presiden dan wakil presiden, "hasrat politik' seolah tidak dapat dibendung, seakan dukungan poltik menjadi satu nafas yang tidak dapat dipisahkan.

Dukungan politik tersebut tidak hanya berasal dari individu masyarakat namun juga datangnya dari berbagai macam ormas keagaman, masyarakat , kelompok warga,komunitas, daerah dan lain lain diluar dukungan partai politik dan elite...

Ada fenomena menarik, pada pilpres tahun 2014 ini, bila dibandingkan dengan pilpres lima tahun sebelumnya, jika dahulu masih banyak kita dengar masyarakat yang mengkampanyekan untuk tidak memilih atau Golput, namun saat ini bisa dikatakan  lenyap untuk kita dengar, apakah ini karena kampanye KPU yang baik mengajak orang jangan Golput atau masyarakat sudah sangat yakin dengan kandidat calon presiden saat ini.

Belum lagi dengan perkembangan sosial media berupa FB, Twitter, Blog dan lain sebagainya, ternyata dengan sekejap membuat masyarakat lebih mudah mengakses informasi mengenai calon presiden yang akan dipilihnya, namun dibalik itu juga masyarakat terlalu mudah mendapatkan kampanye negatif sehingga informasinya yang didapatkan dapat berupa fitnah, black campaign yang tidak terfilter dengan baik, hal tersebut  bisa jadi sengaja dihembuskan oleh pihak lawan politik untuk menjatuhkan elektabilitas calon presiden tertentu seperti media-media yang di desaign khusus sebagai media propaganda menyebar fitnah yang jelas-jelas bukan merupakan produk jurnalistik. lagi-lagi banyak masyarakat yang buta dan tertipu.

Pernyataan dukungan baik secara ‘blak-blakan’ maupun tersirat sepertinya juga sudah sangat tampak di media sosial, namun sayangnya dibalik itu semuanya, muncul persoalan baru, dimana masing-masing pengguna sosial media, ikut terjerumus dalam alur politik sesat yang membuat satu sama lain saling 'tuding dan  ‘berkelahi’ berakibat silaturahmi yang sudah dibangun menjadi buyar, seakan etika dan tata krama yang menjadi budaya adiluhung bangsa ini pun ,ikut tercemar gara-gara berbeda pandangan politik dalam  menentukan pilihannya. Lantas yang menjadi pertanyaan kita, apakah pilpres tahun ini menjadi agenda perubahan besar untuk Indonesia kedepan??

Kalau saya akan menjawab, bisa iya bisa juga tidak, kenapa? Karena calon presiden yang akan kita pilih (Joko widodo dan Prabowo Subianto) bukanlan calon pemimpin yang sempurna, mereka tidak terlepas dari kekurangan ketika ia jauh sebelum mendeklarasikan diri sebagai calon presiden, maupun nanti setelah menjadi seorang presiden, namun yang menjadi gambaran saat ini, dukungan politik masyarakat belum mencerminkan masyarakat yang menjunjung etika dan tata krama, seakan pilpres tahun ini berubah agenda untuk memilih ‘Tuhan’ yang harus dipastikan menang, sementara lawannya merupakan ‘iblis’ atau ‘setan' yang wajib untuk dikalahkan kalau perlu dibinasakan karena begitu hina dimata masyarakat  ,kedewasaan pandangan seperti ini sangat jauh dari cerminan budaya politik yang baik  dan sehat. Apakah di negara lain seperti saat ini pendidikan politiknya?apakah ini juga yang kita wariskan kepada generasi muda kita?

Pada tanggal 9 Juli 2014  nanti , dapat dipastikan kita  mengetahui siapa presiden yang akan dipilih oleh mayoritas penduduk Indonesia, namun lagi-lagi melihat kondisi objektif karakteristik pendukung saat ini, ada kekhawatiran bagi pendukung yang calon presiden yang ‘kalah’, tidak menerima kekalahan dengan sikap kesatrian bahkan bisa saja berubah dan cenderung anarkis secara pemikiran, inilah mengapa fenomena mendukung capres dan cawapres tahun 2014 ini seakan memilih Tuhan dan Iblis, mainset pemilih menjadi ‘ortodoks’ bahkan ‘kekanak-kanakan’ melihat sisi-sisi dukungan politik yang belum tentu juga membawa demokrasi Indonesia menjadi demokrasi substansial bukan demokrasi yang sifatnya prosedural.

Intinya, semoga Pilpres ini cepat berlalu, dan menghasilkan presiden Indonesia yang hebat, masyarakat pendukung yang kalah juga tidak mesti berperilaku oposisi, jika presiden terpilih mempunya program kerja yang bagus dan nyata untuk rakyat maka wajib untuk didukung, namun jika bertolak belakang wajib pula untuk dikritisi bersama. Ini adalah tulisan pribadi yang berangkat dari kegelisahan padangan yang terlihat sehari hari, sangat sederhana namun mempunyai impikasi buat penulis pribadi dan juga pembaca.

Terima Kasih. Salam Perubahan .....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline