Di penghujung bulan Januari tahun 2012, kelompok masyarakat Nusa Utara yang terdiri dari masyarakat Sangihe, Talaud, dan Sitaro yang berada di Propinsi Sulawesi Utara bahkan dimanapun berada senantiasa melakukan upacara adat Tulude. Acara ini selalu dilakukan pada akhir bulan Januari di tahun yang baru (biasanya setiap tanggal 31 Januari). Kota Bitung, Sulawesi Utara yang sebagian penduduknya berasal dari etnis Nusa Utara ini pun tidak ketinggalan melakukan upacara adat ini sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan dimana kehidupan di tahun yang lampau telah dipelihara dan diberkati, sehingga harapan di tahun yang baru ini pun akan sama bahkan lebih baik lagi.
Sebagai kelompok masyarakat yang hidup bersama dalam satu kesatuan, disadari pula bahwa selain meyakini adanya tuntunan dari Yang Maha Kuasa, maka peran pemimpin dalam masyarakat tidak bisa diabaikan. Dalam tradisi masyarakat ini peran seorang pemimpin dianggap sebagai perwujudan kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka sehingga prosesi awal ini dimulai dengan arak-arakan pemimpin yang berada di depan.
Hal ini hendak memberikan gambaran bahwa keberadaan seorang pemimpin senantiasa menjadi teladan bagi masyarakatnya. Apapun yang diperbuat akan merepresentasikan kualitas dan kemampuan sang pemimpin sehingga maju mundurnya, baik-buruknya kondisi masyarakat akan sangat bergantung dari siapa yang memegang komando.
Di belakang sang pemimpin terdapat sekelompok masyarakat yang membawa usungan yang berisi berbagai macam buah serta dihiasi berwarna-warni. Tepat di tengah usungan terdapat kue yang berbentuk kerucut (seperti nasi tumpeng) yang oleh masyarakatnya disebut kue Tamo. Bahan utama kue ini adalah beras ketan, dan nantinya kue ini akan dipotong oleh seorang tetua adat. Kue Tamo ini memiliki nilai kesakralan yang tinggi sehingga untuk memotongnya harus benar-benar orang yang mendapat restu untuk melakukannya. Kue ini hendak memberikan gambaran sebagai bagian dari berkat yang diberikan Tuhan.
Dibagian puncak dari kue Tamo ini tertancap hiasan dari kertas berwarna-warni yang dibentuk menyerupai pohon yang mau menjelaskan bahwa ketika memasuki tahun yang baru maka masyarakat benar-benar telah siap, dan seperti halnya pohon, telah dibersihkan segala cabang, ranting bahkan daun-daun, yang sudah kering dan tidak menghasilkan buah lagi. Bendera merah putih merupakan penegasan bahwa masyarakat Nusa Utara adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Puncak acara dari pesta adat Tulude ini adalah pemotongan Kue Tamo yang dilakukan oleh tetua adat. Pemotongan ini harus dilakukan dengan sangat khusuk karena selama prosesnya, tetua adat ini terus memanjatkan doa-doa dalam bahasa adat yang sangat dalam sehingga sebagian besar masyarakat pun tidak memahami secara utuh. Selain itu doa-doa ini tidak bisa diterjemahkan saking tingginya nilai kesakralannya.