Lihat ke Halaman Asli

Merindukan Sosok Guru Idaman

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Guru kami guru yang hebat, cara mengajar beliau selalu menjadikan paham. Kedatangannya selalu kami nantikan. Kedisiplinan beliau tidak menjadikan kami takut dan tegang, tetapi malah membuat kami senang. Kelas menjadi tertib dan kami bisa focus belajar, karena teman-teman yang ramai bisa dikondisikan. Guru kami begitu sederhana, beliau berangkat mengajar menggunakan sepeda motor butut berwarna merah, yang bunyinya sangat berisik. Akan tetapi kendaraan tersebut sangat berjasa, karena telah mengantarkan beliau sampai ke kami untuk menyampaikan ilmu dan banyak hal yang belum kami ketahui. Penampilan guru kami juga tidak neko-neko. Setelan seragam safari warna coklat dan sepatu fantovel hitam yang mungkin adalah sepatu satu-satunya yang beliau miliki menjadi penampilan harian beliau mengajar. Meskipun begitu beliau selalu tampak rapid an bersih setiap hari. Kalau kata salah satu teman kami wajah beliau selalu tersenyum sebelum bibirnya tersenyum kepada kami.

Dalam kesederhanaan yang seperti itu, beliau tidak pernah mengeluh tentang masalah ekonomi kepada kami, lebih seringnya beliau selalu meyakinkan kami untuk rajin belajar dan mencari ilmu. Inilah kata-kata yang selalu diucapkan beliau kepada kami “ kalian sekolahlah yang tinggi, mencari ilmu itu jangan diniatkan untuk mendapatkan uang banyak, rejeki itu sedikit tidak apa-apa yang penting berkah dunia akhirat, karena ilmu itu bukan alat mencari uang, tetapi cahaya yang akan menuntun kalian selamanya, jagalah cahaya itu supaya tidak padam dengan niat kalian yang benar”. Kata-kata itu terlalu sering beliau sampaikan kepada kami sampai-sampai kami hafal diluar kepala. Bahkan ketika beliau akan menyampaikan kata-kata itu lagi, tanpa di komandoi kami serentak melanjutkannya sebelum beliau selesai mengucapkan kata-kata tersebut.

Terdapat satu hal lagi yang sangat kami kagumi dari beliau. Sifat kedermawanannya. Tidak hanya ilmu saja beliau dermakan kepada kami sebagai bekal di hari depan, seringkali beliau juga memberikan reward ketika kami, ketika kami berhasil meraih nilai 10 pada ulangan mata pelajaran tertentu, atau ketika kami bisa menyelesaikan tugas dengan baik dan benar. Pertemuan kami dengan beliau tidak terbatas di sekolah saja, kami sering berkunjung ke rumah guru kami ini, dalam rangka minta diajari pelajaran atau sekadar main saja.Rumah mungil yang selalu bersih dan tertata rapi, kesan pertama ketika sampai dirumah beliau. Sambutan dari tuan rumah yang ramah dan welcome dengan kedatangan kami menjadikan candu untuk kembali berkunjung kerumah beliau. Apalagi istri beliau yang selalu menjamu kami dengan makanan ala kadarnya, yang seharusnya rasanya biasa saja menjadi rasa yang nikmat, mungkin disajikan dengan sukacita dan keikhlasan. Hal-hal demikianlah yang menjadikan kami betah berlama-lama dirumah beliau.

Banyak pengalaman yang guru kami ceritakan, tentang perjuangan beliau menjadi guru, tentang suka dukanya juga. Cerita beliau enak untuk didengarkan, mengalir layaknya aliran air tanpa sumbatan. Tidak menggebu-gebu dan juga tidak lemah lembut. Pas takarannya untuk menjadi pencerita. Bermula dari cerita pengalaman beliaulah beberapa diantara kami bercita-cita menjadi seorang guru, guru seperi beliau. Sosok sederhana yang karismatik.

Pada saat kelulusan beliau berpesan kepada kami, jika ingin menjadi menjadi guru jadilah guru diatas tingkat pendidikan kalian. Maksudnya jika kamu sekolahnya sampai SMA minimal kamu harus bisa mengajar tingkat SMA juga. Jangan lulusan SMA ngajarnya tingkat SD.” Ada makna tersirat dalam pesan beliau tersebut. Maksud dari tingkat pendidikan tersebut bukan terbatas pada pendidikan formal saja, yang dibuktikan dengan perolehan selembar ijazah. Tingkat pendidikan yang dimaksudkan beliau adalah pendidikan tentang kehidupan yang mencakup segala aspeknya. Jadi maksud dari pesan beliau adalah, supaya kami bisa menjadi guru yang tidak terbatas diruang kelas atau sekolah saja, tetapi menjadilah guru kehidupan yang bisa menjadi panutan hidup bagi anak didik.

Dan kini, aku yang merupakan bagian dari kami dulu merindukan beliau. Aku yang kini sudah mencapai sebagian dari cita-citaku, yaitu menjadi seorang guru, guru matematika tepatnya. Aku merindukan sosok beliau untuk sekadar memberi sedikit wejangan buatku supaya aku bisa menjadi guru seperti yang beliau pesankan kepada kami dulu, yaitu guru kehidupan.

Sayang sungguh sayang, wejangan itu tak kan kudapatkan dari beliau, karena beliau telah kembali kepada Allah SWT pada tahun 2003 silam, karena serangan jantung yang mendadak.

Dimasa sekarang ini kesejahteraan guru mulai ditingkatkan. Akibatnya profesi guru menjadi incaran banyak orang dengan gaji yang lumayan besar dan tunjangan-tunjangan yang tidak sedikit jumlahnya. Apalagi saat ini yang sedang ramai diperebutkan adalah sertifikasi guru atau kalau boleh saya membahasan guru bersertifika (seperti tanah dan bangunan saja). Belasan bahkan puluhan juta bisa diperoleh ketika gaji sertifikasi ini sudah cair. Mengajar minimal 24 jam pelajaran menjadi salah satu syarat wajib untuk mendapatkan sertifikasi ini, disertai dengan beberapa lembar administrasi yang lain sebagai formalitasnya.

Seharusnya guru kami dapat merasakan kesejahteteraan-kesejahteraan tersebut. Jika membicarakan jam mengajar, guru kami sudah lebih dari cukup jam mengajarnya. Tidak hanya 24 jam pelajaran dalam seminggu, bahkan bisa jadi 24 jam sehari. Selain pembelajaran formal di kelas beliau juga sering memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan kepada kami. Baik itu sesuai dengan materi pelajaran sekolah, ataupun pelajaran tentang kehidupan.

Amat jarang bisa kita temukan saat ini ada guru yang masih menggunakan motor butut seperti motor guruku dulu. Banyak dari mereka yang diantarkan oleh mobil-mobil mewah, yang bisa kita lihat dari parkiran kendaraan guru di sekolah.

Zaman telah berubah memang, tetapi sosok guruku tidak pernah diubah oleh zaman. Sosok itu adalah guruku, yang mampu menginspirasi kami untuk mengikuti jejak beliau. Yang selalu kaya dalam kesederhanaan dan kebersahajaan. Sosok yang mendidik kami tentang mata pelajaran kehidupan, yang jam kerjanya tidak terbatas pada waktu dan ruang, juga bukan karena tuntutan yang macam-macam. Sosok yang mengajari kami untuk memberi tanpa ada harap imbalan. Semoga kami yang sudah menjadi guru ini dapat mengikuti jejakmu, menjadi guru idaman, guru panutan bukan karena tuntutan, tetapi karena kami adalah guru kehidupan.

Kupersembahkan untuk guru kami yang amat kami rindukan, Alm. Bapak Redjo. Semoga Allah menerima amal baik beliau, dan ilmu yang telah diajarkan kepada kami menjadi ilmu manfaat, yang pahalanya mengalir sepanjang zaman. Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihu wa’fuanhu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline