Lihat ke Halaman Asli

Pempek Palembang, Rasa Kebersamaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Membicarakan kota Palembang tidak lebih afdhol jika meninggalkan pempek, salah satu makanan khas dari kota Palembang. Seiring dengan perkembangan zaman, untuk menikmati semangkuk pempek kita tidak harus pergi ke Palembang dulu. Makanan dengan kuah agak asam ini sudah banyak dijual di berbagai kota, apalagi di daerah Jawa. Bisa dikatakan pempek sudah merakyat, yang jualan pempek mulai dari pedagang keliling yang menggunakan pikulan, atau motor, penjual di warung-warung kecil, sampai dengan restoran besar. Harga dan rasanyapun bisa menyesuaikan kantong, ada rasa murah, rasa mahal bahkan rasa bayar (tidak bayar)pun ada, dengan syarat kalau lagi dapat traktiran.

Pertama kali lidah saya mencicipi makanan yang bernama pempek dengan rasa bayar alias tidak bayar karena dapat traktiran dari teman semasa kuliah di Semarang dulu. Sesuatu yang tidak biasa atau bisa dikatakan baru akan terasa aneh, apalagi ini soal makanan yang rasanya tidak pernah bohong. Ketika sepotong pempek rasa ikan yang sudah bercampur dengan kuah yang agak asam mendarat di lidah, saya jadi membayangkan peribahasa Bahasa Indonesia “Asam di gunung, ikan dilaut bertemu dalam semangkuk pempek” begitu kiranya peribahasa tersebut dengan sedikit editan. Sesuap, dua suap dan pada suapan ketiga hmmm, I get feel it. Meski lidah saya yang nota benenya lidah jawa, ternyata lidah saya juga dimanjakan dengan pempek makanan khas Palembang ini. Akhirnya tidak lama kemudian di depan saya tersisa mangkuk kosong yang isinya sudah berpindah ke saluran pencernaan saya.

Dari kesan pertama kenal sama pempek, saya sudah mulai suka. Beberapa kali juga saya mencoba pempek rasa yang lain. Kali ini bukan rasa bayar lagi, tetapi rasa kantong mahasiswa yang pas-pasan uang sakunya. Agak berbeda memang dengan pempek pertama, karena meskipun bahan dan bumbunya sama, tetapi di buat oleh orang dan tangan yang berbeda.

Setelah melakukan study kuliner perpempekan akhirnya saya memutuskan untuk mencoba membuat pempek rasa tangan sendiri. Dengan bantuan teman yang asli sumatera saya memulai melaksanakan niat suci itu, meskipun saya belum termasuk orang yang pintar masak. Setelah semua bahan dan bumbu tersedia mulailah saya membuat adonan pempek dari kolaborasi tepung terigu, tepung kanji dan ikan yang sudah dihaluskan. Untuk bumbu kuahnya saya menambahkan cabe lebih banyak, karena saya pecinta pedas. Dan yang tidak bisa ketinggalan adalah cita rasa asamnya, meski masakan sumatera, saya menggunakan asam jawa asli dan cuka. Adonan sudah siap digoreng, dengan bentuk yang bervariasi sesuai dengan keinginan. Setelah dicicipi beberapa kali akhirnya saya mendapatkan rasa cukup pas buat lidah saya. Pempek yang awalnya mau disajikan di mangkok, akhirnya dipindah ke nampan karena prajurit penghabis makanan datang diwaktu yang pas. Mereka tidak lain adalah teman-teman kuliah saya, 9 orang sahabat yang melalui suka duka bersama di bangku kuliah. Pempek ini bukan pempek pedagang, 1 mangkuk 1 orang, tetapi pempek ini adalah pempek bancaan 1 nampan 9 orang. Meski rasanya belum sesempurna pempek yang ada di Palembang, tetapi pempek ini menjadi bagian dari kenangan tentang indahnya kebersamaan dan persahabatan di masa-masa kuliah dulu. Kata orang jawa mangan ora mangan kumpul, tapi kalau kami bilangnya harus makan-makan kalo kumpul-kumpul. Indahnya mengenang masa-masa kuliah kembali. Semoga suatu saat nanti bisa makan-makan dan kumpul-kumpul dengan menyantap pempek di kota asalnya, Kota Palembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline