Lihat ke Halaman Asli

RhetIM

Orang biasa

Serial KPT

Diperbarui: 1 Desember 2015   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

GARA-GARA MAS PILOT

Sudah dua hari belakangan ini, Zahra tampak kesal dan merasa tidak terima menerima perlakuan tak adil, menurutnya. Bagaimana tidak, dua hari belakangan ini sawerannya berkurang. Padahal, sudah dipasang muka seiba-ibanya, tapi tetap saja tidak dianggap. Semenjak hadirnya seorang saudara wanitanya menemani, ekspresi wajah saudaranya itu lebih terlihat iba dari pada garis nasibnya, mengalahkan Zahra yang sudah kawakan dan berpengalaman. Hihihi ....

Sebut saja Nabil--sengaja penulis memberikan nama samaran, agar pihak yang bersangkutan tidak tersinggung, hihihi--. Dialah sosok perempuan yang kini telah mengusik lapak milik gadis berhidung minimalis--untung pesek, jadi napasnya juga nggak seboros galaunya.

Lho, bukannya sawer itu identik dengan penyanyi. Kenapa juga pake raut wajah dimelasin segala?

Memang kedua kakak-beradik itu bukanlah penyanyi. Kedua wanita itu adalah pengemis di perempatan lampu merah. Sebelum hadirnya Nabil, pendapatan yang dihasilkan Zahra lumayan. Dan suatu petaka, jika saja ia melihat kehadiran adiknya sebagai pesaing di wilayah tempat ia mencari makan.

“Bil, lo itu anak baru! Jangan ngerusak lahan milik gue dong. Pergi lo!” usir Zahra dengan wajah beringas.

“Mbak, kita pan saudara? jangan gitu mbak,” bujuk Nabil yang tak menginginkan pengusiran terhadap dirinya benar-benar terjadi.

“Aku di sini, kan, bantu nyari makan, mbak. Beneran. Aku jangan diusir ya mbak.” Imbuhnya kini dengan nada memelas.

Sementara itu melintaslah seorang lelaki dengan bergaya parlente. Jas hitam dengan kacamata hitamnya. Celana yang dipakainya pun tampak licin--mungkin semut pun akan terpeleset jika melangkah di kain yang tak tampak kerutan dan lipatan sedikitpun.

“Minta sedekahnya, Pak!” pinta Nabil memelas dengan wajah yang dilipat-lipat tujuh.

“Maaf, nggak ada.” Sambil langkahnya berlalu pergi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline