Lihat ke Halaman Asli

Alfonsus Rhesa

Mahasiswa biasa di Bulaksumur

Sudahkah Kita Berkorban untuk Sesama?

Diperbarui: 30 Juni 2023   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin, 29 Juni 2023, adalah hari libur nasional dalam rangka Idul Adha 1444 H. Bahkan, pemerintah menetapkan tanggal 28 dan 30 Juni 2023 sebagai cuti bersama Idul Adha. Beberapa umat Muslim merayakan Idul Adha sehari lebih awal dari penetapan pemerintah, yaitu pada 28 Juni 2023. Sebagian sisanya merayakannya pada tanggal 29 Juni 2023.

Idul Adha identik dengan kata "kurban": hewan kurban, qurban, dsb. Kata "kurban" tersebut identik dengan kata "korban". Izinkan saya membagikan refleksi saya terhadap kata "korban" tersebut. Refleksi ini selanjutnya tidak akan membahas hal-ikhwal Idul Adha, seperti qurban, hewan kurban, sate, apalagi rendang. Namun, refleksi ini hanya akan membahas satu kata, yaitu "korban".

Kita, manusia, adalah makhluk sosial. Kita tidak mampu mencukupi kebutuhan kita sendiri dengan hanya mengandalkan diri sendiri. Kita memerlukan orang lain untuk mencukupi kebutuhan kita. Demikian pun orang lain tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Ini membuktikan bahwa manusia hidup dalam lingkungan sosial yang akan sangat aneh dan tidak mungkin bila ia melepaskan diri dari lingkungan itu.

Hidup dalam lingkungan sosial tak jarang menimbulkan cekcok atau pertentangan antara satu pribadi manusia dengan pribadi lainnya. Salah satu alasan ini terjadi adalah adanya egoisme. 

Ada sebab-sebab lain, seperti insting untuk bertahan hidup ketika sumber daya menipis, seperti uang yang menipis sehingga orang terpaksa berutang dan karena utang yang tidak kunjung dibayar, terjadilah percekcokan. Namun, saya akan menekankan pada egoisme sebagai penyebab terjadinya percekcokan dalam hidup sosial. Egoisme berkaitan dengan kata "ego" yang dalam bahasa Latin, artinya adalah "aku". 

Egoisme berkaitan dengan keinginan bahwa semuanya berpusat pada diriku, keinginanku harus dipenuhi, bahkan jika itu mengorbankan kepentingan orang lain. Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan masyarakat atau society kita rusak dan tercabik keharmonisannya. Bukankah kita semua menginginkan masyarakat yang harmonis? Pasti semua orang, dari lubuk hati terdalamnya, akan menjawab "iya". Inilah kerinduan umat manusia.

Salah satu kunci mewujudkan masyarakat yang harmonis adalah adanya kesediaan dari tiap anggota masyarakat untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Berkorban ini merupakan lawan dari egoisme. Setiap individu perlu melihat sesamanya dan kebutuhan mereka. Berkorban artinya memberikan kepada orang lain apa yang kita miliki jika hal tersebut merupakan hal yang baik bagi sesama kita. 

Berkorban bisa berupa sekadar menyediakan waktu untuk teman yang ingin menceritakan kesulitannya, menyediakan tenaga bagi tetangga yang membutuhkan pertolongan kita, atau memberikan sebagian dari penghasilan kita kepada mereka yang membutuhkan. Juga, ketika ada teman yang membuat kita amat emosi karena kelakuan mereka yang tidak mengenakkan, kita berusaha tidak membalas kelakuan teman dengan emosi yang meluap-luap. 

Selain itu, contoh konkret lainnya adalah sadar diri ketika berutang kepada orang lain: mengembalikan uang ketika sudah jatuh tempo. Jangan sampai teman menagih utang karena kita tidak mau bayar: artinya, kita terlalu sibuk dengan diri kita sampai tidak sempat melihat teman yang membutuhkan uang yang ia pinjamkan kepada kita.

Semoga refleksi singkat ini membuat kita sadar dan tidak lantas membuat pusing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline