Pernahkah terjebak antara pemikiran dan perasaan?? Antara akal dan hati ?? Rasa ketika jenuh dan keinginan bertahan bertemu dalam satu waktu?? Apa keputusan yang harus diambil?Ketika rasa jengah melanda namun otak bersikeras dengan sugesti nya bahwa semua akan baik baik saja ?Rasa ketika hati terlalu lelah bertahan ,namun terlalu sakit untuk melepaskan ? Bisa kahhati mengalahkan akal, atau justru akal lah yang akan memimpin hati ?
April, 1998 Aku Ratih, 16tahun. Hari ini aku akan mengakhiri kisah hidup ku sebagai remaja. Dengan pria yang baru ku pacari 1bulan saja. Kami bertemu karena dikenalkan oleh sahabat ku Randy. Saat itu aku kami sedang berkumpul bersama teman teman yang lain. Biasa nya pada hari Sabtu ini, mulai magrib hingga subuh Pantai Padang akan dipenuhi muda mudi. Terutama klub klub mobil yang sedang bermunculan di kota ku ini. Nando, laki laki yang kini duduk bersanding dengan ku, adalah salah seorang cowok yang begitu lihai membanting stir nya untuk menunjukkan kemahirannya, membuat mobil modifikasiannya memutar 360 derajat. Sejak saat itu kami dekat dan akhirnya begini lah kami. Jangan berpikiran negative dulu. Aku menikah bukan karena MBA ( married because accident) it's real love, maybe. Ya, ini adalah keputusan kami berdua untuk mengakhiri masa belia kami. Saat itu yang ada dipikiran ku hanya ada cinta dan takut kehilangan. Lagi pula orang tua ku sudah khawatir aku sudah tak perawan lagi. Sebelumnya aku kabur dari rumah, menginap di kos kos an temanku di daerah Simpang Haru. Entah apa yang membuat ku bisa melakukannya ,padahal dirumah aku tak punya masalah apa apa. Meski kehidupan ku dan keluarga pas pas an, tapi aku tak pernah merasa kekurangan. Paman dari papa ku selalu memberi ku uang saku lebih,jadi aku bisa mengikuti gaya hidup teman teman ku yang notabene anak anak borju. Meski sudah menikah, kami masih saja tak bisa lepas dari cara hidup muda yang urak urak an.Nando memang tak bekerja, tapi kehidupan keluarga nya yang boleh dibilang cukup membuat kami tak kekurangan apa apa. Ibu Nando adalah seorang wanita yang bagiku lumayan tegar. Sebagai istri kedua dari seorang anggota dewan ,dia sama sekali tak pernah mengeluh meski terkadang harus mendapat perlakuan tak adil dan semena mena dari Papa,begitu lah aku memanggil mertua ku. *"Bia lah, yang penting kan gaek tu masih takana pulang, pitih masih di agiah, lamo lamo nyo barubah mah" begitu lah mama selalu mencoba menghibur dirinya saat aku mendapati dia termenung sendiri dipojok ruang tamu. Terkadang lebam biru sering menghiasi wajah nya yang masih cantik.Ironis. Pernah suatu sore, ketika Nando dan yang lainnya tak dirumah,Papa pulang kerumah. Karena tak ada mama maka dengan spontanitas aku yang saat itu hanya mengenakan tank top dan short pant langsung menghampiri dengan segelas teh hangat. Entah apa yang ada dalam pikiran pria yang ku anggap layak nya papa ku itu. Tiba tiba saja dia meremas bagian dadaku dengan perasaan gemas. Aku sontak menjerit dan berlari ke kamar. Selang beberapa menit Papa menyusul kekamar dan merangkul aku yang sedikit ke takutan. "Cubo berani mangecek ka yang lain, tau surang akibat nyo"*," Papa kembali merangkul dan menciumi leher ku. Aku jijik dan ketakutan,aku benci dan kehilangan simpatik ku dengan nya. Saat itu aku memang mencoba untuk menutupi perlakuan menjijik kan nya padaku. Tapi perlakuan itu tak kunjung hilang dan makin menjadi, apalagi ketika aku hanya ditinggal sendiri dirumah. Seperti nya papa tau sekali kapan rumah akan sepi.Tepat nya pada hari Rabu sore,ketika mama dan Si Upik pergi kerumah Mak Uwo didaerah Ganting. Meski jarak dari rumah -Ganting tak terlalu jauh, sudah bisa dipastikan mama akan pulang pada malam hari sekitar pukul 9malam. Nando ?? Jangan ditanya, kalau Rabu dia akan nangkring bersama teman teman klub mobil nya dikawasan Permindo,sekedar ngumpul atau berbagi ilmu tentang mobil. Dan aku yang sudah bosan dengan kehidupan yang urak urak an tak jelas itu, lebih sering memilih dirumah saja. Nonton TV atau mendengar lagu lagu favorit ku. Hampir setiap tak ada siapa siapa, laki laki itu menggerayangiku. Mungkin karena aku masih terlalu muda dan dibayang bayangi ketakutan, perlakuan keji dan semena mena itu aku simpan dan telan sendiri. Kejadian buruk itu membuat sikap ku yang ceria dan ramah sontak jadi pendiam dan sensitif. Hingga memicu pertengkaran ku dengan Nando.Tak ayal perilaku ku yang sering marah kalau dia keluar membuat kami sering terlibat cek cok. Ternyata Nando tak sebaik dan seromantis yang kukira. Jika emosi nya memuncah, maka tendangan dan tinju pun tak akan segan dilayangkannya padaku. Rumah tangga yang dibayangi ketakutan ku dan perselingkuhan Nando mewarnai pernikahan ku yang baru seumur jagung. Pergaulannya yang masih urak urak kan,juga pengaruh teman teman se klub mobil nya membuat Nando lebih jarang dirumah. Sering keluar malam, mabuk mabukan dan pernah sampai 1minggu tak pulang. Aku merasa hidupku sudah hancur. Untuk kembali pulang ke rumah keluarga pun rasanya aku sudah tak ada muka. Apa kata tetangga jika tau aku ingin cerai setelah mati matian meninggalkan sekolah demi menikah dengannya ?? Meski kaya Nando sama sekali tak ingin kuliah,malas, dan lebih senang hura hura, itu lah sifat nya. Dengan sabar ku jalani dan kutahan segala kecewa yang mendera pernikahan ku. Karena aku yakin akan selalu ada pelangi setelah badai. Juni , 2001 Anak pertama ku lahir dengan selamat. Entah anak dari papa atau anak Nando, aku tak peduli. Setidak nya selama aku hamil tak ada lagi perlakuan kasar dan aneh yang kuterima. Papa dan Nando malah bersikap 180 derajat terbalik pada ku. Kehidupan ku pun berubah, dengan modal yang diberi papa, kami memutuskan membuka sebuah bengkel kecil dan membeli rumah mungil untuk hidup bertiga dengan jagoan kecil ku. Tak ada lagi kehidupan hura hura dan perlakuan keji. Bengkel kami pun meski tak selalu rame, tapi lumayan untuk jadi penopang hidup kami sekeluarga. Hingga putra ku berumur 2tahun, otak gila Nando seperti terbangun dari tidurnya.Entah panggilan dari alam mana yang kembali membuat dia ingin balapan dan kembali pada klub mobil nya. Mungkin karena jenuh selalu berkutat dibengkel,Nando kembali jadi sosok liar yang ingin lagi memimpin balapan liar dikota ini,. Jadi lah kehidupan kami kembali pada suasana urakan dan hilang sudah keluarga bahagia yang ku damba. Demi menjaga Nando dari godaan setan setan wanita di klub mobil itu yang sudah pasti lebih cantik dan menarik dari ku,juga lebih muda, aku putuskan untuk menitipkan Revaldo anakku pada mama ku. Tanpa banyak tanya, mama ku dengan senang hati merawat putra ku. Kini hidup keluarga ku pun berhasil ku angkat. Tak lagi serba kekurangan seperti dulu, dan itu adalah salah satu hal yg membuat ku bertahan dengan Nando, disamping cinta ku padanya yg tak berubah meski terkadang jenuh dengan sikapnya. Kami memasuki kehidupan malam yang kelam. Bengkel mulai mati ,tak lagi terurus. Kami sibuk dengan dunia gemerlap yang kami puja. Hidup bergelimang dengan kenikmatan nafsu dunia.Orang tua nya pun sudah tak lagi berdaya untuk menasehati. Terkadang kami harus meminta kepada Papa Nando karena kehabisan uang dan simpanan.Papa yang rahasianya tak mau ku bongkar,selalu menuruti mau ku. Ya, aku sekarang tak lagi sebodoh dulu. Mungkin keadaan yang membuat ku menjadi lebih kejam dan keras pada hidup. Aku mulai berani mengancam mertua ku, dan itu terasa menyenangkan. Agustus 2004 Bosan dengan kehidupan kota Padang yang itu itu saja, aku dan Nando memutuskan untuk pindah kekota Batam. Kami memang sudah beberapa kali kesana,ya ya , lagi lagi modal dari si tua Papa. Hahahhaha, perlakuannya dulu kini harus dibayar setimpal,entah mungkin karena ancaman ku untuk mengadakan test DNA atas Rivaldo yang aku yakini anak nya mmebuat dia takut kalau kalau keluarga besar dan istrinya tau. Mampus lah kau Pa, kartu mu ditangan ku.Aku merasa sedikit puas dalam hati. Di Batam kami mengontrak kamar kos an kecil dikawasan Nagoya. Ya, Rivaldo tentu saja kami tinggal. Tak ada pegangan apa apa untuk kami hidup disana , yang kami andalkan hanya harta situa Papa yang tak punya anak dari istri pertamanya. Nando pun hanya dua bersaudara,adik nya Nina sekarang sekolah di Australia,itu pun berkat beasiswa karena otak nya yang encer, tak seperti Nando, beku dan "bengak'.* Di Batam kehidupan dunia malam begitu mempesona kami,jarak Batam Singapura yang tak jauh membuat kami hilir mudik kesana. Malaysia, Thailand, Fhilipina kami jelajahi dengan uang perasan dari papa.Itu terasa menyenangkan dan mmebuat kami benar benar lena dengan kehidupan yang kami punya. Sampai kami pun lupa bahwa kami adalah orang tua yang punya tuga dan tanggung jawab moral pada putra kami Valdo. Maret 2006 Seminggu sebelum ulang tahun yang akan kurayakan di hotel berbintang digelar,Papa kena serangan jantung dan meninggal. Tak tau apa yang membuat nya tiba tiba kena serangan jantung. Mungkin tagihan kartu kredit atau skandal korupsi nya mulai tercium pihak berwajib. Aku tak perduli, malah sedikit terbesit senang karena pria yang ku anggap papa itu sudah membuat ku kehilangan jati diri ku yang sebenar nya. Meski dulu pergaulan ku urak urak an, tapi aku selalu bisa menyesuaikan perilaku ku pada tempat nya. Sampai aku diberi julukan "Miss Atitude " oleh teman teman Nando dan klub mobil lainnya. Aku masih bisa menjaga image ku sebagai anak gehol yang baik dan bersih. Sehingga mereka kaget melihat perubahan ku yang drastis sekarang ini. Rambut yang dulu pendek sebahu dan hitam kini telah berubah panjang ikal dan berwarna pirang layaknya bule. Mataku yang coklat kini sudah berganti warna setiap minggu nya. Baju kaos dan celana pendek + topi yang sellau jadi maskot ku, kini berganti dress dress cantik nan menggoda. Nando seakan tak keberatan dan seolah mendukung perubahan yang menurut orang itu sangat drastis. Kematian si gaek* papa membuat ku dan Nando harus mulai berusaha mencari uang sendiri. Harta yang ditinggalkannya hanya rumah mobil dan simpanan untuk mama. Tak tega juga rasanya meminta pada mama hanya untuk hura hura kami saja. Kematian Papa membuat kami kembali menginjak Padang. Kehidupan glamour yang biasa kami jalani tak serta merta bisa hilang dari list kegiatan sehari hari. Apalagi darah kami yang sudah terbiasa dialiri alkohol dan narkoba membuat kami menghalalkan segala macam cara. Malam, itu Nando dan aku sudah dalam keadaan sakau, dari semua mobil yang kami hanya satu BMW merah ini yang kami pertahankan dan tak kami jual. Rumah dan simpanan sudah ludes untuk foya foya setelah Papa tiada.Itu pun dengan surat yang tergadai. Kami bersikeras mempertahan kan mobil itu demi gengsi , apa kata teman temannya nanti kalau kami tak lagi naik turun mobil ? Malam itu, ditengah kesakau an dan kebutuhan kami berdua, Nando tega menjual ku pada bandar shabu yang tak lain adalah sahabat nya sendiri. Aku yang sedang dalam keadaan terjepit , dengan berat hati (namun rela) menyodorkan tubuh ku untuk dinikmati oleh Beny, pria botak yang seumuran dengan Nando. Pertukaran narkoba dan tubuh itu tidak hanya miris ,tapi juga pilu karena aku digagahi Beny didepan orang yang ku sebut suami, didalam kamar Wisma kelas melati yang pengap dan sempit. Nando suami ku, rela melihat dan mendengar desah nafas ku ketika menggeliat kan tubuh ku dalam rangkulan sahabatnya. Ia dengan tenang menyuntikkan barang ajaib itu sembari tertawa menyeringai menyaksikan pertunjukkan ku itu. Hari itu, tubuh ku senilai dengan "barang ajaib" itu. Senilai dengan keajaiban ,ketenangan sementara yang diperoleh suami ku dari nya.
Cinta terlalu mampu membutakan mata,cinta terlalu mampu menahan hati. Ketika cinta di kalang dengan kesabaran, dan hati di tahan dengan kekuatan pikiran, maka cinta akan menjadi sebuah dilema yang menyiksa.(RHERE)
To be continued.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H