Lihat ke Halaman Asli

Berdaya ala Pasangan Pengrajin Sutikno

Diperbarui: 9 Agustus 2023   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

KKN bertemakan "Pendampingan Persiapan Inisiasi Kalurahan Wisata Budaya" di Padukuhan Kaliwaru membawa kami bertemu dengan Ibu dan Bapak Sutikno. Keduanya merupakan pasangan pengrajin bambu paling utama di padukuhan ini. Sebab, keduanya telah menjalankan karier sebagai pengrajin bambu sejak tahun 1999. Sama seperti kebanyakan warga Kaliwaru lainnya, pada awalnya Bapak Sutikno hanya memproduksi anyaman caping. Semacam pekerjaan dan skill turun menurun dari keluarga.

Seiring berjalannya waktu, bapak Sutikno terdorong untuk meningkatkan taraf nilai kerajinan bambu. Beliau pun mulai mengembangkan produk-produk kerajinan bambu lainnya, seperti: tas, dompet, dan kap lampu. Terakhir, beliau sedang menguji coba membuat produk saringan teh.

v

Tetap Belajar serta Realistis

Saat awal berkunjung, kesan yang saya dapatkan tentang produk kerajinan bambu Pak Tikno: "Ini anyaman bambu paling halus dan tipis yang pernah saya lihat". Wajar saja bila harga produk kerajinan bambu Pak Sutikno terbilang tidak murah, hingga sering dipesan oleh keluarga pejabat negara. Dalam peroperasian usahanya, Pak Tikno mengajak tetangga-tetangga sekitar yang memiliki kendala ekonomi untuk turut berpartisipasi.

Dengan profil yang sebegitu "keren", karakter bapak dan Ibu Sutikno sangat berkebalikan dengan pencapaiannya. Keluarga tersebut sangat sederhana dalam menceritakan latar belakangnya. Pak Tikno dan bu Tikno melakukan profesi sebagai pengrajin bambu karena meneruskan karier keluarganya. Lalu, Pak Tikno mengembangkan usaha turunan tersebut secara realistis: mencoba melakukan inovasi sejalan dengan output yang didapatkan. Jika pesanan terus masuk, maka inovasi pengembangan produk pun akan terus dilakukan.

Mengenai inovasi pengembangan kerajinan bambu, warga-warga sekitar agaknya sulit untuk keluar dari zona nyamannya, yaitu kerajinan caping. Hal itu dapat dimaklumi dari aspek ekonomi. Kerajinan caping sudah biasa dibuat, serta langsung dijual dan mendapatkan hasil.  Sementara produk inovasi,   mengharuskan pengrajin untuk membiayai dulu produk yang dibuat dan pemesan hanya memberi uang muka beberapa persen saja.

Dari sini, saya dapat melihat bahwa Pak Tikno memiliki karakter mau terus belajar dan dapat memanfaatkan privilese dengan baik. Karakter "rendah hati" juga terus dimilikinya seiring dengan kemajuan perjalanan kariernya.

Dok. pribadi

Sedikit bergeser ke tokoh yang lainnya, Bu Tikno pernah menceritakan kalau beliau dapat menghasilkan sekitar enam anyaman dalam sehari apabila hanya duduk dan menganyam, sampai-sampai pekerjaan rumah tidak terpegang. Penasaran dengan hal tersebut, saya bertanya bagaimana ibu Tikno memilih pekerjaan tersebut dan bagaimana pandangan orang lain atasnya. Dalam bahasa yang muluk-muluk, saya penasaran apakah bu Tikno seorang feminis?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline