Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hanna Ekaputri

Blogger, Financial Advisor, Public Relation Enthusiast

Kerikil Terkecil Menuju Gunung Prestasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak kusangka 13 tahun yang lalu, seorang dokter di rumah sakit ternama di Surabaya menjelaskan penyebab aku tidak bisa bicara kepada ibuku. Semua penyebab itu mirip dengan gejala autis. Sejak hari itu, aku terus menerus ikut terapi tiup lilin agar bisa bicara. Dan ketika usiaku 5 tahun, tak disangka oleh orang tuaku jika putri pertama mereka berbicara dengan Bahasa Mandar sebagai bahasa pertama mereka.

8 tahun yang lalu, aku belum bisa menulis apalagi membaca dengan benar. Hampir separuh dari kehidupan SD-ku dipertaruhkan lewat Buku Halus untuk menulis huruf tegak bersambung. Itu belum ditambah dengan sikap hiperaktif dan ingin tahuku yang begitu tinggi. Tetapi ketika aku melewati fase tersebut,aku merasakan sesuatu yang baru yang tak akan dapat diulang seumur hidup.

Masa kecilku bisa dibilang bukan masa yang penuh prestasi. Semuanya ada jalan terjal disana-sini yang kadang membuatku jatuh terjembab bahkan jatuh tak tahu apa-apa. Tapi, kehidupan adalah roda yang berputar. Tidak ada selamanya diatas dan dibawah. Itulah yang kupelajari dari masa kecilku.

Esensinya adalah belajar bukanlah hal yang terhenti ketika kita sudah menyelesaikan sekolah kita. Sekolah adalah kehidupan kita. Dimana kita sebagai umat manusia wajib mengambil pelajaran dari kehidupan ini. Sekolah pula yang mengajarkan  hidup ini ada tantangan. Mungkin tantangan itu terlihat sulit ditaklukan oleh diri kita,tetapi lihatlah dari sudut pandang yang berbeda bahwa tantangan hanyalah batu kerikil dalam perjalanan hidup kita. Sekolah juga bukan hanya memberi predikat prestasi kepada kita. Prestasi hanyalah perbaikan-perbaikan dari diri kita yang terdahulu.

Alhamdulillah,batu kerikil dalam hidupku mengubah sedikit demi sedikit menjadi orang yang lebih,lebih dan lebih baik dari yang sebelumnya. Bila tidak ada batu kerikil, sudah pasti apa yang kita inginkan belum tentu dapat dicapai. Dari tulisan acak-acakan menjadi tulisan yang rapi dan enak dibaca, dari bahasa yang tidak dimengerti menjadi bahasa yang dipahami. Itu karena aku berpikir bahwa batu kerikil akan mengantarkan aku menuju gunung prestasi selangkah demi selangkah.

Benarkan begitu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline