Lihat ke Halaman Asli

Rhania Noor Alisya

siswi smpn 7 depok

"Pantauan" Tradisi Unik Kampung Kakekku

Diperbarui: 21 November 2022   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya keturunan Jawa Tengah dari pihak ayah dan Sumatera Selatan dari pihak ibu, tepatnya dari daerah  Semarang dan Lahat. Beberapa bulan lalu saya dan keluarga pulang kampung ke Lahat untuk menghadiri pernikahan paman saya. Disana saya merasakan tradisi yang sangat unik, ini pertama kali saya ikuti. Namanya tradisi Pantauan.

Berdasarkan penjelasan kakekku, Upacara Pantauan adalah bagian atau tahapan dalam acara perkawinan, kematian, Idul Fitri, kedatangan tamu atau saudara yang sudah lama merantau, atau pada peristiwa lainnya. Pantauan mengandung nilai-nilai yang dapat mempererat persatuan dan kesatuan, kegotong royongan, kekeluargaan, dan kesolidaritasan sosial. Pantauan berupa undangan atau ajakan kepada sanak famili atau tamu untuk berkumpul dan makan-makan dengan tujuan silahturahmi dan memepererat persaudaraan.

Pada hari pernikahan pamanku, pengantin beserta keluarga diajak berkeliling kampung untuk mengunjungi satu persatu rumah warga untuk mencicipi hidangan khas yang telah disediakan. Hidangan yang disajikan adalah makanan khas di daerah tersebut, seperti ayam nanas, pindang patin, tumis buncis ati ampela, bolu kampung, buah-buahan, teh, kopi, dan masih banyak lagi.

source: WordPress.com

Pesan kakek dan saudaraku yang lain untuk makan sedikit saja karena masih banyak rumah yang akan dikunjungi. Jika tidak memenuhi Pantauan makan dianggap tidak sopan atau menghina warga yang mengundang. Lucunya, sebelum kita keluar dari rumah yang satu, diluar sudah banyak warga yang ingin mengundang kerumahnya. Kami merasa seperti artis karena diperebutkan oleh mereka.

Awalnya keluarga yang berasal dari Jakarta yang belum tahu adat Pantauan ini makan dalam jumlah cukup banyak dirumah pertama dan kedua. Pada rumah berikutnya, mereka mulai kekenyangan dan tidak sanggup untuk menaiki tangga rumah warga yang banyak berbentuk rumah panggung. Rata-rata mereka hanya sanggup ikut Pantauan sampai rumah ke 6-8. Setelah itu mereka pulang dengan perut kekenyangan dan mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

Hal ini tidak berlaku untuk pengantin, mereka harus berkeliling sesuai rute yang ditentukan. Kakek bilang adat ini disebut Pantauan Bunting yang artinya mengundang/mengajak pengantin. Pengantin biasanya ditemani dayang-dayang/pengiring yang disebut Bujang dan Gadis Ngantat yang bertugas ikut kemana saja pengantin pergi serta menyiapkan segala keperluan pengantin, seperti menuntun pengantin wanita, membalikkan sandal pengantin, mengambilkan makanan, dan membenahi make up pengantin wanita jika sudah berantakan.

Acara Pantauan ini biasanya dilaksanakan sebelum hari pernikahan, ini dimaksudkan untuk meringani beban keluarga yang mengadakan acara. Ketika keluarga sibuk masak untuk acara pernikahan, maka keluarga-keluarga yang datang dari jauh bisa dijamu atau diberi makan oleh para tetangga atau warga. Jika tidak mengundang, warga tersebut akan malu atau jika saat dia mengadakan acara, maka warga lain tidak akan membantu. Sebetulnya hal ini memberatkan warga, oleh karena itu adat Pantauan sudah banyak ditinggalkan dibeberapa daerah. Kata kakek dan nenek, sekarang mereka hanya ikut menyumbang sesuai kesepakatan dengan jumlah yang lebih ringan dan tidak membebani. Jika sudah terkumpul, baru uangnya diserahkan kepada keluarga yang akan mengadakan acara.

Berbeda dengan Pantauan saat Hari Raya Idul Fitri. semua tidak merasa keberatan untuk menyediakan makanan karena seperti daerah lainnya yang pasti sudah menyiapkan makanan untuk tamu atau keluarga yang berkunjung. Hari Raya Idul Fitri di kampung akan terasa lama dan menyenangkan, karena dalam beberapa hari akan terus ada Pantauan dari warga khususnya ajakan untuk sanak famili yang datang dari rantauan.Tidak seperti di Jakarta yang ramai berlebaran hanya di hari pertama saja.

Demikian tradisi unik dari kampung kakek yang ingin saya ceritakan pada pembaca. Walau sudah banyak daerah yang tidak melaksanakan tradisi ini, setidaknya saya sudah merasakan keseruan dari Pantauan serta memahami maksud dari tradisi ini. Semoga suatu saat saya bisa merasakannya lagi dan mempersiapkan perut dan kaki agar bisa memenuhi lebih banyak Pantauan warga .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline