Lihat ke Halaman Asli

Rhania Noor Alisya

siswi smpn 7 depok

Kisah Nabi Besar Muhammad SAW (Bagian 2: Masa Remaja)

Diperbarui: 14 Agustus 2022   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: dokpri

Wasiat Sang Kakek

Setelah kepergian Abdul Muthalib, putra Abdullah dan Aminah berada dalam pengasuhan sang paman Abu Thalib sesuai wasiat sang kakek. Abu Thalib memiliki nama asli Abdu Manaf bin Abdul Muthalib. Ia memiliki 4 anak laki-laki dan 2 anak perempuan, anak pertamanya bernama Thalib. Oleh karena itu orang sering memanggilnya "Ayah Thalib/Abu Thalib."

Abu Thalib merupakan saudara seayah dan seibu dari Abdullah ayah Nabi Muhammad SAW. Abdul Muthalib memilih Abu Thalib karena tidak seperti anaknya bernama Abbas yang kaya tapi kikir, atau Harits yang termasuk orang tidak mampu. Abu Thalib juga miskin tetapi memiliki perasaan yang paling halus dan dihormati kalangan Quraisy.

Seperti sang kakek, Abu Thalib juga sangat menyayangi Muhammad dan memperlakukannya dengan sangat baik. Abu Thalib memberikan perhatian dan penghormatan istimewa untuk keponakannya itu. Walau sangat disayang, Muhammad kecil tetap hormat kepada keluarga pamannya. Ia memiliki budi pekerti yang luhur, cerdas, baik hati dan sopan sehingga Muhammad kecil juga disayang oleh bibinya, istri Abu Thalib, Fatimah binti Asad layaknya anak kandung.

Perjalanan Pertama Ke Syam

Saat berusia 12 tahun dalam asuhan pamannya, Muhammad telah tumbuh menjadi remaja dengan fisik yang sehat dan kuat. Muhammad sangat menyadari bahwa dirinya anak yatim piatu dan pamannya adalah orang kurang mampu. Sehingga, Muhammad kecil dengan hati ikhlas ikut bekerja membantu pamannya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kehidupan keras menempa Muhammad menjadi pribadi yang kuat. Ia terbiasa hidup di pedesaan yang serba kekurangan. Muhammad adalah anak yang jujur, sabar, rajin dan tekun dalam membantu pamannya mengembala kambing atau domba serta berdagang. Hal ini kelak menjadi penentu keberhasilannya dalam berdakwah.

Suatu hari, Abu Thalib akan bergabung dengan sebuah kafilah untuk berdagang ke Syam. Muhammad yang masih muda meminta izin kepada pamannya agar diperbolehkan ikut. Perjalanan ke Syam sangat berat untuk anak yang baru berusia 12 tahun. Dengan berat hati, Abu Thalib mengizinkannya. Dalam perjalanan itu terjadi keajaiban yang menjadi tanda kenabian Muhammad.

Sinar matahari yang terik mambakar kafilah, tetapi tidak dirasakan oleh Muhammad. Karena segumpal awan berada di atas kepalanya yang selalu bergerak menaunginya. Saat kafilah dagang Abu Thalib sampai di kota Busra, mereka disambut oleh seorang pendeta bernama Buhaira. Ia mengundang dan menjamu rombongan pedagang Quraisy. Dikarenakan masih kecil, Muhammad tidak mengikuti perjamuan tersebut dan menunggu di bawah satu pohon sambil menjaga perbekalan rombongan Quraisy. Buhaira meminta agar Muhammad dipanggil. Begitu datang, Buhaira segera memeluk dan medudukan beliau bersama rombongan Quraisy lainnya. Ternyata Buhaira berbuat demikian karena ia telah melihat awan yang memayungi seseorang dari rombongan kafilah Abu Thalib.

Nasihat Pendeta Buhaira kepada Abu Thalib

Dalam kesempatan itu, ia berbincang kepada Abu Thalib dan Muhammad sendiri. Dari perbincangan tersebut, ia merasa makin yakin bahwa anak itu adalah nabi akhir zaman. Buhaira berpesan kepada Abu Thalib untuk segera membawa pulang Muhammad dan menjaganya dari orang-orang Yahudi. Apabila orang Yahudi mengetahui hal itu, mereka akan berusaha membunuhnya. Mendengar nasihat Buhaira, Abu Thalib pun bergegas berangkat menuju Syam. Setelah urusannya selesai, ia segera membawa pulang Muhammad ke Mekah demi menjaga keselamatan Muhammad.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline