Lihat ke Halaman Asli

Dekade Demoralisasi

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hampir setiap pagi Saya menggunakan Kereta Api Comuterline Jakarta - Bogor atau sebaliknya dan biasanya hampir selalu berdiri, atau kalaupun duduk terus ada orang tua baik laki-laki maupun perempuan, orang hamil, orang-orang berkebutuhan khusus, atau orang tua yang bawa balita Saya akan langsung berdiri dan memberikan tempat duduk kepada mereka, walaupun sebenarnya Saya capek juga berdiri hamper setiap hari, tapi apa boleh buat.

Dalam kereta Comuterline yang Saya tumpangi banyak orang dari berbagai jenis, ada yang seperti saya memberikan tempat kepada yang membutuhkan dan ada yang tidak. Dalam pikiran Saya “Ah mungkin mereka juga capek atau mungkin mereka juga sedang tidak enak badan, ah mungkin mereka sedang sakit atau lainnya”. Tapi sering juga Saya melihat banyak anak-anak muda yang usianya lebih muda dari Saya yang turun di beberapa Universitas yang dilewati antara Bogor sampai Tebet (stasiun tujuan Saya) asik dengan gadgetnya, asik dengar music dan asik bercengkerama sesamanya dengan tidak peduli ketika di depannya ada Kakek, Nenek, orang tua, difable, orang hamil, ibu-ibu yang bawa balita, tanpa mempedulikan kehadirannya, seolah-olah ah itu urusan kalianlah kenapa naik kereta yang sudah penuh.

Sangat disayangkan para pemuda yang notabene mahasiswa dan calon pewaris Negara ini tidak peduli dan tidak merasa terganggu dengan orang-orang yang lebih membutuhkan tempat duduk dibanding dirinya. Mungkinkah ini efek dari yang kita lihat, dengar dan saksikan setiap hari di televisi, Koran, radio, media sosial atau secara langsung. Mungkinkah ini akibat para pemuda telah kehilangan sosok yang layak untuk ditiru. Pola pikirnya sudah rusak karena di represi para Pemimpinnya sibuk Korupsi, Wakil Rakyatnya sama rusaknya, Partai Politik yang tidak melakukan pendidikan politik dengan baik, Universitas dan sekolah yang sudah sangat komersil, para pengajar bukan lagi guru secara nyata yang mendidik dan mengajarkan, para LSM dan Ormass tidak mengakar rumput, Kebudayaan berganti kebudayaan POP, para filsuf sibuk rebutan posisi dan uang, agamawan sibuk membenarkan ajarannya sendiri dengan cara yang tidak toleran, pelajarnya sibuk tawuran, mahasiswanya terjebak dalam hedonisme?

ENTAHLAH.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline