Lihat ke Halaman Asli

Terima Kasih, BPJS

Diperbarui: 30 Agustus 2015   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah saya sudah 30 tahun lebih menderita diabetes. Selama itu ayah sudah dua kali masuk rumah sakit. Sebenarnya ayah saya sering drop karena penyakit ini, tetapi ketiadaan biaya membuat ayah lebih memilih dirawat di rumah saja daripada ke rumah sakit. Ayah hanya seorang penjahit dengan empat anak. Penghasilannya tidak menentu. Kalau sedang musim banyak order, penghasilan lumayan. Tetapi kalau sedang sepi order, kadang sampai nyaris tidak ada pemasukan sama sekali. Orang di desa berapa kali sih menjahitkan baju? Paling banyak mungkin dua kali, menjelang tahun ajaran baru (menjahitkan seragam sekolah anak-anak mereka) dan idul fitri. Selain dua momen itu, paling sering cuma menjahitkan baju yang sobek atau memermak baju lama.

Sekarang fisik ayah tidak sekuat dulu, jadi tidak bisa terlalu capek. Ini berpengaruh besar terhadap penghasilannya sehari-hari. Kadang kalau nggak enak badan, ayah hanya berbaring di tempat tidur. Jahitan pun terbengkalai.

Saat ini saya hidup berjauhan dengan ayah, karena ikut suami yang bekerja di luar pulau. Dengan kondisi seperti ini, saya tidak bisa setiap saat mengontrol kesehatan ayah. Pernah suatu hari ayah jatuh dari motor dan kakinya luka. Duh, saya langsung khawatir lukanya tidak bisa sembuh.

“Sudah diperiksakan ke RSU, Yah?”

“Ndak usah, ndak ada uang buat periksa. Nanti juga sembuh sendiri,” selalu begitu alasan ayah. Padahal luka kaki pada penderita diabetes tidak bisa dianggap enteng. Kalau tidak benar-benar diobati bisa saja berujung amputasi.

Awal tahun lalu kaki ayah kembali luka. Kali ini bukan karena jatuh, tapi karena kadar gula tinggi. Khawatir terjadi sesuatu yang lebih serius, saya pun pulang dan menengok keadaan ayah. Selain itu, saya akan mengurus keanggotaan BPJS untuk ayah, ibu, dan ketiga adik saya. Sebenarnya sudah lama saya mendesak ayah agar segera mendaftarkan seluruh anggota keluarga. Tetapi ayah selalu bilang, “nunggu kamu pulang saja.” Padahal setahun belum tentu saya bisa pulang kampung. Maklum, biaya pulang kampung nggak murah.

Proses pendaftaran BPJS sangat cepat dan mudah. Asal semua syarat dipenuhi, sehari bisa langsung jadi. Waktu itu saya memilihkan pelayanan kelas III dengan iuran per bulan Rp25.500 per orang. Jadi total iuran BPJS untuk kedua orangtua dan adik-adik yang saya bayarkan setiap bulannya Rp127.500.

[caption caption="Kartu BPJS orangtua dan adik-adik saya"][/caption]

Alhamdulillah, sejak masing-masing anggota keluarga saya punya kartu BPJS, saya merasa lebih tenang meskipun kami berjauhan. Saat ini sebulan sekali ayah harus kontrol ke rumah sakit. Beliau juga harus terapi insulin. Setiap dari rumah sakit, ayah membawa pulang banyak obat-obatan. Semua ditanggung oleh BPJS. Bayangkan kalau harus membayar sendiri, bayaran menjahit lima baju saja (untuk ukuran penjahit di desa ya), mungkin belum cukup untuk menebus obat sebanyak itu. Ditambah lagi, sejak 2009 yang sakit di rumah bukan cuma ayah, tapi adik perempuan saya juga. Adik saya divonis skizofrenia. Sebulan sekali harus kontrol ke RSJ. Beruntung RSJ tersebut sudah bekerjasama dengan BPJS, jadi biaya kontrol adik saya juga gratis.

Dengan semua fasilitas, pelayanan, kemudahan, dan manfaat yang diberikan oleh BPJS terhadap ayah dan adik saya yang sakit, saya sangat berterima kasih kepada BPJS. Secara tidak langsung, BPJS telah meringankan beban saya selama ini. Terima kasih, BPJS… ^^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline