Lihat ke Halaman Asli

REZZA RIVANA

Mahasiswa

Yang Tak Terlupakan, Tragedi G30S/PKI Menyayat Hati

Diperbarui: 10 Oktober 2022   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerakan 30 September 1965/PKI merupakan pengkhianatan terbesar dan terberat yang terjadi di Indonesia. Peristiwa itu terjadi pada malam hari, tepatnya pada pergantian 30 September hingga 1 Oktober. Tragedi ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa serta Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Gerakan ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Tidak hanya itu, mereka juga ingin mengubah ideologi Indonesia yaitu Pancasila menjadi ideologi komunis. G30S/PKI dipimpin langsung oleh ketuanya saat itu, D.N Aidit. Dipa Nusantara Aidit atau lebih dikenal dengan D.N Aidit adalah salah satu tokoh besar Partai Komunis Indonesia (PKI). Namanya dikenal luas oleh masyarakat Indonesia setelah pemberontakan Madiun pada tahun 1948 dan 1965. Aidit lahir di Belitung pada tanggal 30 Juli 1923. Lahir dengan nama Achmad Aidit, pria yang biasa disapa Amat ini meninggalkan Belitung dan berangkat ke Jakarta pada tahun 1940. Di Jakarta, Aidit mendirikan perpustakaan Antara di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Pemimpin tertinggi PKI ini mulai mempelajari Marxisme ketika bergabung dengan Perhimpunan Sosial Demokrat Hindia Belanda. Sejak saat itu, Aidit mulai berkenalan dengan tokoh politik Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Chaerul Saleh, dan Adam Malik.

Di bawah kepemimpinan DN Aidit, PKI menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah Uni Soviet dan RCC. Untuk memperkuat basis partainya, Aidit juga mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Gerawani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan Pemuda Rakyat.

Pemberontakan PKI pertama terjadi di Indonesia yaitu pemberontakan PKI yang berlangsung berpusat di Madiun, Jawa Tengah pada tahun 1948. Kemudian pemberontakan PKI kedua terjadi pada tahun 1965 di Jakarta. Peristiwa G30S PKI atau gerakan 30 September yang dilancarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia saat itu. Peristiwa ini terjadi tepat hari ini (30/9/1965), atau sekitar 56 tahun yang lalu. PKI adalah salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kaum intelektual, buruh, dan tani. Pada Pemilu 1955, PKI meraih 16,4 persen suara dan berada di urutan keempat di belakang PNI, Masyumi, dan NU, seperti dikutip dari situs berita detikedu, (Kristina, 2021).

Sejarah berdirinya PKI tidak lepas dari Indische Sociaal Demokratische Vereeniging (ISDV), sebuah partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh pemimpin Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau yang dikenal dengan Henk Sneevliet. Dikutip dari buku Sejarah Kelas XII karya Nana Supriatna, ia menjelaskan ISDV menyusup ke partai-partai lokal, baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Beberapa tokoh SI yang menjadi terkenal saat itu antara lain Semaoen dan Darsono yang berperan penting dalam berdirinya PKI.

Latar belakang terjadinya G30S PKI secara umum adalah dominasi paham Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang telah berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin dilaksanakan, yaitu tahun 1959-1965 di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang menyebabkan munculnya gerakan yang membunuh para jenderal tersebut adalah disharmonisasi hubungan antara anggota TNI dan PKI. Kontradiksi pun muncul di antara keduanya.

Hubungan yang kurang baik antara PKI dan TNI dimulai dengan pembentukan generasi kelima yang diprakarsai oleh PKI. Hal ini ditentang oleh TNI, yang membuat hubungan keduanya semakin tidak harmonis. Hubungan PKI dan TNI semakin memanas setelah banyak muncul hasutan dan konfrontasi antara rakyat dengan TNI. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab munculnya rencana G30S/PKI yang berujung pada peristiwa G30S/PKI.

Peristiwa 630S/PKI terjadi pada malam hari hingga dini hari, tepat pada akhir 30 September hingga 1 Oktober 1965. Pemberontakan ini dilakukan dengan sasaran para perwira tinggi TNI. Tiga petugas yang menjadi sasaran langsung dieksekusi di kediamannya, sedangkan yang lainnya diculik dan dimasukkan ke Lubang Buaya. Nama pasukan yang membunuh petugas tersebut adalah pasukan Cakrabirawa. Salah satu batalyon ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang terdiri dari beberapa kompi.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menewaskan enam jenderal dan satu letnan Angkatan Darat Indonesia. Mereka ditemukan pada 3 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Lubang Buaya adalah sebuah sumur atau lubang yang terletak di Desa Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lubang ini menjadi saksi bisu tragedi kelam G30S/PKI. . Saat itu, Lubang Buaya menjadi pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Pasca peristiwa G30S/PKI, tempat tersebut dijadikan Tugu Pancasila yang merupakan museum diorama, sumur tempat pembuangan para korban, dan ruangan berisi peninggalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline